Senin, 12 Juni 2017

Rethoric Theory



Pengantar Rethoric Theory
Retorika (dari bahasa Yunani ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan di atas) dan praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisa atas teks tertulis dan visual.

Rethoric theory
Retorika mulai dikenal pada tahun 465 SM, ketika Corax menulis makalah bejudul Techne Lagon (Seni kata-kata). Pada waktu itu seni berbicara atau llmu berbicara hanya digunakan untuk membela diri dan mempengaruhi orang lain. Membela diri di pengadilan ketika orang lain mengambil tanah atau mengakui tanahnya karena waktu itu belum ada sertifikat tanah. Membela diri ketika seseorang, katakanlah orang kaya raya dituduh mengorbankan kehormatannya dengan hanya mencari setandan pisang di kebun dan sebagainya. Singkat retorika atau ilmu komunikasi pada waktu itu hanya digunakan untuk membela diri yang berhubungan dengan kepentingan sesaat dan praktis.


Asumsi-asumsi Retorika
1.      Pembicara yang efektif harus mempertimbangkan khlayak mereka. Asumsi ini menekankan bahwa hubungan antara pembicara – khlayak harus dipertimbangkan. Para pembicara tidak boleh menyusun atau menyampaikan pidato mereka tanpa mempertimbangkan khalayaknya, tetapi mereka harus berpusat pada khalayak. Dalam hal ini, khalayak dianggap sebagai sekelompok besar orang yang memiliki motivasi, keputusan, dan pilihan dan bukannya sebagai sekelompok besar orang yang homogeny dan serupa. Asumsi ini menggarisbawahi definisi komunikasi sebagai sebuah proses transaksional. Agar suatu pidato efektif harus dilakukan analisis khalayak (audience analysis), yang merupakan proses mengevaluasi suatu khalayak dan latar belakangnya dan menyusun pidatonya sedemikian rupa sehingga para pendengar memberikan respon sebagaimana yang diharapkan pembicara.
2.      Pembicara yang efektif menggunakan beberapa bukti dalam presentasi mereka. Asumsi ini berkaitan dengan apa yang dilakukan pembicara dalam persiapan pidato mereka dan dalam pembuatan pidato tersebut. Bukti-bukti yang dimaksudkan ini merujuk pada cara-cara persuasi yaitu: ethos, pathos dan logos. Ethos adalah karakter, intelegensi, dan niat baik yang dipersepsikan dari seorang pembicara. Logos adalah bukti logis atau penggunaan argument dan bukti dalam sebuah pidato. Pathos adalah bukti emosional atau emosi yang dimunculkan dari para anggota khalayak.

Contoh Kasus
Retorika bisa dibilang adalah sebuah seni berbicara. Ada banyak contoh kasus dari teori ini, salah satunya adalah ketika seseorang berbicara di khalayak banyak atau disebut dengan pidato. Selain itu juga, ketika kita berbicara dan meyakinkan dihadapan teman kita itu bisa disebut sebagai praktek retorika.

Dramatisme Theory




Pengantar Teori Dramatisme
Teori Dramatisme berasal dari Kenneth Burke dikenal sebagai penggagas Dramatisme. Burke, yang meninggal tahun 1993 pada usia 96 tahun, merupakan orang yang hebat walaupun tidak pernah memperoleh gelar sarjana, apalagi gelar doktor. Ia adalah seorang otodidak dalam bidang kritik sasra, filsafat, komunikasi, sosiologi, ekonomi, teologi, dan lingustik. Keluasan minatnya dan mungkin kurangnya pelatihan formal pada salah satu bidang disiplin ilmu tersebut membuatnya menjadi salah seorang teoritikus yang paling interdisipliner yang kita pelajari. Tidak diragukan bahwa salah satu alasan mengapa ide-ide Burke dibaca secara luas dan sangat dapat diterapkan berkaitan dengan fokusnya pada sistem simbol. Dramatisme memberikn fleksibilitas pada para peneliti untuk mempelajari sebuah objek kajian dari berbagai macam sudut pandang. Formula dari Kenneth Burke, dramatisme menambah kedalaman pada teori retorika. Hal itu meyediakan wawasan pada bagaimana bahasa dan hubungannya untuk berpikir sebagai modus dari aksi daripada cara menyampaikan informasi. Lalu, Burke mencurahkan studi bahasa dan masyarakatnya secara besar-besaran pada analisis aksi simbolis berdasarkan dalilnya bahwa “bahasa adalah aksi spesies secara primer, atau ekspresi dari kebiasaan, daripada sebuah instrument definisi”

Teori Dramatisme
Pemikiran Kenneth Burke begitu rumit sehingga sulit untuk mereduksinya menjadi seperangkat asumsi. Namun, melalui komentar Brumment kita mendapatkan tiga gambaran mengenai asumsi teori dramatisme Burke.
  1. Manusia adalah hewan yang menggunakan simbol. Burke berpendapat bahwa beberapa hal yang kita lakukan dimotivasi oleh naluri hewan yang ada dalam diri kita dan beberapa hal lainnya dimotivasi oleh simbol-simbol. Contohnya, ketika kita meminum kopi di pagi hari sambil membaca koran. Minum kopi merupakan bentuk naluri hewan dan membaca surat kabar serta memikirkan ide-ide dipengaruhi oleh simbol. Dari semua simbol yang digunakan manusia, bahasa adalah yang paling penting bagi Burke.
  1. Bahasa dan simbol membentuk sebuah sistem yang sangat penting bagi manusia. Bagi Burke, ketika orang menggunakan bahasa, mereka juga digunakan oleh bahasa tersebut. Selain itu, ketika bahasa dari suatu budaya tidak mempunyai simbol untuk motif tertentu, maka pembicara yang menggunakan bahasa tersebut juga cenderung untuk tidak memiliki motif tersebut. Burke mengatakan bahwa simbol membentuk pendekatan hanya terhadap masalah yang kompleks. Selain itu, kata-kata, pemikiran, dan tindakan memiliki hubungan yang saling berkaitan.
  1. Manusia adalah pembuat pilihan. Burke mengatakan ontologi eterministik behaviorisme harus ditolak karena bertentangan dengan dasar utama dramatisme, yakni pilihan manusia. Hal ini terikat pada konseptualisasi akan agensi atau kemampuan aktor sosial untuk bertindak sebagai hasil dari pilihannya.

Konsep Kunci Dramatisme
  1. Substansi, sifat umum seseorang sebagaimana digambarkan oleh dirinya sendiri maupun orang lain.
  2. Identifikasi, keadaan di mana diantara dua orang terdapat ketumpangtindihan pada substansi masing-masing.
  3. Konsubstansiasi, usaha meningkatkan ketumpangtindihan satu sama lain dengan membuat permohonan retoritis.

Contoh Kasus
Syahrini dan bulu mata

Syahrini yang dengan bangganya memamerkan bulu mata anti badainya, atau jambul katulistiwanya. Melalui ucapannya di media yang mengenalkan bulu mata yang sering syahrini gunakan, “bulu mata anti badai”, syahrini sepertinya hendak menampilkan sosok seorang trand fashion. Trend bulu mata syahrini pun menjadi trend yang paling booming pada tahun 2013. Namun ada hal yang tidak dipikirkan sebelumnya oleh banyak masyarakat ketika syahrini memamerkan bulu matanya bahwa hal tersebut merupakan menjadi salah satu cara yang dapat mempromosikan bisnis dari syahrini, sekedar berbagi informasi seputar gaya fashionnya. Setelah pulang dari amerika serikat syahrini langsung merambah dunia bisnis dengan meluncurkan lima jenis bulu mata palsu. Syahrini mepromosikan dengan bercerita di media jika memakai bulu mata tersebut bias tambah cetar dan membahana seperti dirinya. Ada lima jenis bulu mata yang yang diluncurkannya yaitu, merak, khatulistiwa, cakrawala, surya kencana, dan cendrawasih. Menurut syahrini, ia tidak mau main-main dengan bisnisnya tersebut sehingga mencari bentuk bulu mata yang cocok dengan orang Indonesia. Hal tersebut terdengar syahrini mencari simpati orang Indonesia dengan bercerita seperti itu, “tidak mau main-main dengan bisnis barunya tersebut sehingga mencari bentuk bulu mata  yang cocok dengan orang Indonesia”. Dalam pembicaraannya di media syahrin juga bercerita bahwa, bisnis bulu mata merupakan satu diantara resolusinya di tahun 2013 karena untuk soal menyanyi semua orang sudah tau.

Sabtu, 10 Juni 2017

Social Judgment Theory



Pengantar Social Judgment Theory
Teori ini dikembangkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog dari Oklahoma University AS (Barker, 1987). Secara ringkas teori ini menyatakan bahwa perubahan sikap seseorang terhadap objek sosial dan isu tertentu merupakan hasil proses pertimbangan (judgement) yang terjadi dalam diri orang tersebut terhadap pokok persoalan yang dihadapi.  Proses ”mempertimbangkan” isu atau objek sosial tersebut menurut Sherif berpatokan pada kerangka rujukan (reference points) yang dimiliki seseorang. Kerangka rujukan inilah yang pada gilirannya menjadi ”jangkar” untuk menentukan bagaimana seseorang memposisikan suatu pesan persuasif yang diterimanya.
Lebih jauh Sherif menegaskan bahwa tindakan memposisikan dan menyortir pesan yang dilakukan oleh alam bawah sadar kita terjadi sesaat setelah proses persepsi. Disini kita menimbang setiap gagasan baru yang menerpa kita dengan cara membandingkannya dengan sudut pandang kita saat itu.
Secara ringkas teori ini menyatakan bahwa perubahan sikap seseorang terhadap objek sosial atau isu tertentu merupakan hasil proses pertimbangan yang terjadi dalam diri orang tersebut terhadap pokok persoalan yang dihadapi. Proses mempertimbangkan isu atau objek sosial tersebut berpatokan pada kerangka rujukan yang dimiliki seseorang. Kerangka inilah yang menjadi rujukan bagaimana seseorang memposisikan dan menyortir pesan yang diterima dan membandingkannya dengan sudut pandang yang rasional.


Teori Social Judgment
Menurut Muzafer Sherif ada 3 rujukan yang digunakan dalam merespons suatu stimulus yang dihadapi, ketiganya merupakan suatu hal yang terkait :

EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT

Ungkapan-ungkapan yang muncul setelah tawaran kredit bunga 0% di paragraf pertama, oleh SJT disebut sebagai respon. Ketika sebuah bujukan atau persuasif muncul, menurut Sherif respon yang akan muncul terbagi dalam tiga zona :
1.    Latitude of acceptance (zona penerimaan), dalam hal ini persuader mampu merubah sikap orang yang dibujuk
2.    Latitude of rejection (zona penolakan) jika persuasif yang disampaikan jauh berseberangan dengan persepsi penerima maka penerima tidak akan merubah sikapnya
3.    Latitude of non commitment (zona tanpa pertanyaan) kondisi tidak adanya tanggapan atau keputusan dari suatu bujukan.
Bagi Sherif, sebagai komunikator, khususnya persuader seharusnya, memahami interkorelasi dari ketiga latitude tersebut. Dengan demikian dapat dengan lebih mudah untuk mengetahui pola/struktur kebiasaan dan tingkah laku tiap-tiap personal dan tentu saja memudahkan peran kita sebagai komunikator ke depannya.

EGO INVOLVEMENT: HOW MUCH DO YOU CARE?
Ego-involvement menggambarkan kemampuan kognitif seseorang akan suatu isu tertentu. Penulis coba ungkapkan contoh lain misalkan efek rumah kaca karena lapisan ozon yang berlubang. Hal ini mungkin tidak begitu penting bagi kita karena tidak banyak menyinggung sisi kognitif dalam diri kita (low ego involvement). Lain halnya ketika yang diungkap adalah; berlubangnya lapisan ozon menyebabkan sinar UV dapat dengan mudah masuk ke bumi tanpa filter sehingga kemungkinan penyakit kanker kulit dapat dengan mudah menyerang. Isu yang kedua ini akan memunculkan tingkatan ego involvement yang lebih tinggi karena lebih menyentuh pada aspek kognitif kita tentang kepedulian terhadap diri sendiri.

JUDGING THE MESSAGE: CONTRAST & ASSIMILATION ERRORS
Sherif menyatakan bahwa kita menggunakan pola dasar pemikiran kita sebagai perbandingan ketika menerima berbagai macam tipe pesan. Dalam penilain terhadap pesan tersebut, dapat terjadi dua hal yaitu Contrast atau Assimilation. Contrast terjadi karena gangguan penerimaan informasi (distorsi persepsi) yang memicu penolakan terhadap suatu pesan/ ide. Sedangkan assimilation adalah daya tangkap yang kuat akan suatu pesan sehingga terkesan antara persuader dan si penerima terlihat saling memahami yang tentu saja berujung pada latitude of acceptance. Hal ini tentu saja bertentangan dengan error of judgment.

DISCREPANCY AND ATTITUDE CHANGE
Menilai atau mempertimbangkan suatu pesan berdasarkan dengan tingkat kedekatan dengan pola pikir kita sebagai langkah awal menuju pada perubahan perilaku inilah yang disebut dengan discrepancy. Discrepancy yang akan memunculkan perubahan perilaku ini bisa didasari tidak hanya dari latitude of acceptance tapi juga dari latitude of rejection. Apabila dilandasi zona penolakan dapat memunculkan efek boomerang yaitu perubahan sikap yang sangat berlawanan dengan arahan pesan/ bujukan yang sudah disampaikan.

Catatan Kritis
               Para peneliti itu merekrut sejumlah orang yang sangat terlibat dalam masalah tersebut pada satu sisi atau sisi lainnya, dan sejumlah orang yang keterlibatannya dalam masalah itu sedang-sedang atau sedikit saja. Mereka menemukan bahwa mereka yang keterlibatan egonya besar dan ekstrim pendapatnya memiliki rentang penolakan yang lebih jauh lebih besar daripada mereka yang keterlibatan egonya sedang-sedang saja, dan para subyek yang sedang-sedang saja tadi memiliki rentang non komitmen yang jauh lebih besar ketimbang mereka yang pendapat ekstrim. Menariknya, ketika diberi pesan moderat yang sama, mereka yang ekstrim menilainya sebagai sesuatu yang jauh lebih ke arah sisi non pelarangan dibanding subyek-subyek lain, sebaliknya mereka lebih ”lunak” menilainya lebih mengarah pada sisi pelarangan ketimbang subyek-subyek lainnya. Dengan kata lain, kedua kelompok yang berlawanan tersebut memuat sebuah efek tentangan. Secara umum perubahan sikap yang dialami oleh mereka yang sedang-sedang saja setelah mendengar pesan tentang masalah tersebut mengalami perubahan sikap yang kira-kira dua kali lebih besar daripada mereka yang sangat terlibat dalam masalah itu.

Penerapan
Melukiskan bagaimana teori pertimbangan sosial bekerja, perhatikan sebuah eksperiman menarik yang dilakukan oleh sekelompok peneliti tidak lama sesudah Oklahoma mengeluarkan sebuah hukum pelarangan pada tahun 1950-an. Para peneliti itu merekrut sejumlah orang yang sangat terlibat dalam masalah tersebut pada satu sisi atau sisi lainnya, dan sejumlah orang yang keterlibatannya dalam masalah itu sedang-sedang atau sedikit saja. Mereka menemukan bahwa mereka yang keterlibatan egonya besar dan ekstrim pendapatnya memiliki rentang penolakan yang lebih jauh lebih besar daripada mereka yang keterlibatan egonya sedang-sedang saja, dan para subyek yang sedang-sedang saja tadi memiliki rentang non komitmen yang jauh lebih besar ketimbang mereka yang pendapat ekstrim. Menariknya, ketika diberi pesan moderat yang sama, mereka yang ekstrim menilainya sebagai sesuatu yang jauh lebih ke arah sisi non pelarangan dibanding subyek-subyek lain, sebaliknya mereka lebih ”lunak” menilainya lebih mengarah pada sisi pelarangan ketimbang subyek-subyek lainnya. Dengan kata lain, kedua kelompok yang berlawanan tersebut memuat sebuah efek tentangan. Secara umum perubahan sikap yang dialami oleh mereka yang sedang-sedang saja setelah mendengar pesan tentang masalah tersebut mengalami perubahan sikap yang kira-kira dua kali lebih besar daripada mereka yang sangat terlibat dalam masalah itu.

Contoh Kasus
Contoh kasus yang akhir-akhir ini mengemuka di berbagai media sosial, baik Facebook, maupun Twitter, terus bermunculan tentang obrolan seru berbau menertawakan materi wawancara eks tunangan pedangdut Zaskia Gotik, Vicky Prasetyo, yang diposting ke Youtube. Tulisan-tulisan berbau menertawakan juga bermunculan di berbagai blog-blog dan situs jurnalisme warga.Tulisan-tulisan tersebut menertawakan rekaman wawancara infotainment dengan Vicky Prasetyo, didampingi Zaskia Gotik, usai mereka bertunangan di Hotel Kempinsky, beberapa bulan sebelum Zaskia memutuskan pertunangan. Atau bahkan kasus yang menimpa Angelina Sondakh ketika ditetapkan menjadi tersangka dalam sebuah kasus korupsi pada tahun 2012 lalu, banyak hujatan dan makian berseliweran di facebook maupun twitter dan media sosial lainya, dengan gampang para facebookers menghakimi angelina sondakh berhubungan dengan kasusnya. Banyak individu mengeluarkan hujatan kepada Angelina Sondakh dengan menuduhnya pelaku korupsi, pembohong, dan murtad.