Pengantar Speech Codes Theory
Gerry
Philipsen adalah pencetus Speech Codes Theory. Pada waktu diNorthwestern,
Philipse membaca sebuah artikel dari University of Norwegia antropologi dan
ilmu bahasa dari Dell Hymes, bahwa “The Ethnography of Speaking”. Hymes
menyebut bahwa variasi dari praktek komunikasi mengelilingi dunia. Philipsen
dengan tegas memulai studinya di komunitas Chicago dimana ia bekerja dan
memberikan nama tersebut “Teamsterville”. Setelah tiga tahun, Philipse
berbicara kepada anak-anak di pojok jalan, wanita di depan serambi, laki-laki
di pojok bar, dan kepada semua orang di perkampungan dimana dia bekerja bahwa
dia bekerja untuk bisa menjelaskan kode-kode bicara pada penduduk di
Teamsterville. Dengan kode bicara, Philipsen menunjukan kepada sejarah yang
ditetapkan, konstruksi secara sosial sistem dari terminologi, makna, alasan,
dan aturan, menyinggung tingkah laku komunikasi. Philipsen menguraikan inti
dari teori kode berbicara dalam dalil yang umum.
Theory Speech Codes
Tujuan lain Speech codes theory ialah
menemukan hubungan antara komunikasi dan budaya Speech Codes mempelajari
tentang perbedaan budaya jika seseorang masuk ke dalam kebudayaan lain, maka
orang tersebut akan mengikuti kebudayaan yang lebih dominan
tersebut dengan cara memahami komunikasi verbal, non verbal, serta pola
komunikasi yang ada di kebudayaan tersebut. Philipsen mengemukakan lima
proposisi yang bisa menjelaskan tentang teori ini, diantaranya, berbicara,
substansi kode berbicara, interpretasi kode berbicara, pemetaan kode berbicara,
serta kekuatan kode berbicara. Berikut adalah penjelasannya:
The Distinctiveness of Speech Codes, Di setiap
populasi manusia ada sebuah budaya, dan disitu ada speech code yang khas.
The Substance of Speech Codes, speech
code juga mencakup sosial budaya, sosiologi, dan retorika. Ada 3 substansi
speech codes. Dalam konteks psikologi, setiap kode dari cara berkomunikasi
secara khas adalah sisi ke aslian individu. Konteks sosiologi, pola
individu berbicara mencakup jawaban tentang hubungan antara diri sendiri dan
orang lain. Philipsen mendefinisikan rhetoric sebagai persuasi dan pengetahuan.
The Interpretation of Speech Codes,
Pembicaraan yang signifikan bergantung pada interpretasi komunikasi mereka.
The Force of Speech Codes in Discussions, Kegunaan
speech code bersama adalah menciptakan kondisi untuk memprediksi,
menjelaskan, dan prudens (bijaksana, hati-hati) dan menjaga moralitas dari
perilaku komunikasi. Setiap apa yang dinamakan kebudayaan memiliki perbedaan
dalam hal berkehidupan sosial ataupun bergaul dan juga
memiliki aturan – aturan yang hanya atau juga dapat berlaku di suatu tempat
terjadinya budaya tersebut. contohnya di negara maju seperti amerika
orang yang lebih bersifat individualis
yang bersifat lebih
mementingkan sendiri dan sangat berbeda di kebudayaan indonesia dengan budaya
timurnya yang lebih bersikap kolektivis atau bersama-sama. Dan juga untuk
memahami komunikasi lintas budaya lebih lanjut perlu untuk mengetahui ciri khas
antara dua kebudayaan tersebut baik itu gerak tubuh atau bentuk komunikasi
lainnya, sehingga kita dapat memahami maksud komunikasi lintas budaya dan
berkomunikasi sesuai dengan harapan atau ekspektasi kebudayaan lain. Dan
supaya kita mengetahui dan memahami cara-cara atau pola prilaku yang berkembang
diluar kebudayaan kita. Biasanya speech code akan berlaku pada sesama individu
yang memahami maksud dari suatu komunikasi verbal non verbal dan pola prilaku
dari lawan bicaranya yang berasal atau mengerti dan menginterprestasikan sama
dengan apa yang dimaksud si komunikator. Sehingga speech code akan berlaku
ketika apa yang akan disampaikan sudah dipahami oleh individu-individu yang
saling berinteraksi tersebut, baik itu berasal dari lingkungan sosial yang sama
ataupun budaya yang sama.
Penerapan
Teori ini cocok diterapkan dalam
komunikasi interpersonal. Banyaknya suku dan budaya di Indonesia menyebabkan
kita kesulitan berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya dengan kita.
Namun perbedaan tersebut akan menjadi mudah apabila orang-orang mampu untu
mengkaitkan dengan kajian etnografi. Dalam berkomunikasi kita bisa menggunakan
bahasa nasional yang mudah dimengerti dan dipahami oleh masyarakat umum,
walaupun berbeda budaya.
Contoh Kasus
Salah satu
pembahasan teori ini adalah gaya bahasa seseorang, atau logat bahasa. Misalnya,
ketika kita pertama kali datang ke purwokerto dan menetap untuk kuliah di
UNSOED salah satu yang berbeda adalah logat bahasa, dan interaksi sosial yang
ada. Logat atau bahasa masyarakat purwokerto bisa disebut gaya “Ngapak”
banyumasan. Gaya bahasa Ngapak Banyumasan ini benar-benar berbeda dari daerah
kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar