Minggu, 28 Mei 2017

Speech Codes Theory



Pengantar Speech Codes Theory
            Gerry Philipsen adalah pencetus Speech Codes Theory. Pada waktu diNorthwestern, Philipse membaca sebuah artikel dari University of Norwegia antropologi dan ilmu bahasa dari Dell Hymes, bahwa “The Ethnography of Speaking”. Hymes menyebut bahwa variasi dari praktek komunikasi mengelilingi dunia. Philipsen dengan tegas memulai studinya di komunitas Chicago dimana ia bekerja dan memberikan nama tersebut “Teamsterville”. Setelah tiga tahun, Philipse berbicara kepada anak-anak di pojok jalan, wanita di depan serambi, laki-laki di pojok bar, dan kepada semua orang di perkampungan dimana dia bekerja bahwa dia bekerja untuk bisa menjelaskan kode-kode bicara pada penduduk di Teamsterville. Dengan kode bicara, Philipsen menunjukan kepada sejarah yang ditetapkan, konstruksi secara sosial sistem dari terminologi, makna, alasan, dan aturan, menyinggung tingkah laku komunikasi. Philipsen menguraikan inti dari teori kode berbicara dalam dalil yang umum.

Theory Speech Codes
Tujuan lain  Speech codes theory ialah menemukan hubungan antara komunikasi dan budaya Speech Codes mempelajari tentang perbedaan budaya jika seseorang masuk ke dalam kebudayaan lain, maka orang tersebut akan mengikuti kebudayaan yang lebih   dominan tersebut dengan cara memahami komunikasi verbal, non verbal, serta pola komunikasi yang ada di kebudayaan tersebut. Philipsen mengemukakan lima proposisi yang bisa menjelaskan tentang teori ini, diantaranya, berbicara, substansi kode berbicara, interpretasi kode berbicara, pemetaan kode berbicara, serta kekuatan kode berbicara. Berikut adalah penjelasannya:
The Distinctiveness of Speech Codes, Di setiap populasi manusia ada sebuah budaya, dan disitu ada speech code yang khas.
The Substance of Speech Codes, speech code juga mencakup sosial budaya, sosiologi, dan retorika. Ada 3 substansi speech codes. Dalam konteks psikologi, setiap kode dari cara berkomunikasi secara khas adalah sisi ke aslian individu. Konteks sosiologi,  pola individu berbicara mencakup jawaban tentang hubungan antara diri sendiri dan orang lain. Philipsen mendefinisikan rhetoric sebagai persuasi dan pengetahuan.
The Interpretation of Speech Codes, Pembicaraan yang signifikan bergantung pada interpretasi komunikasi mereka.
The Force of Speech Codes in Discussions, Kegunaan speech code bersama adalah menciptakan kondisi  untuk memprediksi, menjelaskan, dan prudens (bijaksana, hati-hati) dan menjaga moralitas dari perilaku komunikasi. Setiap apa yang dinamakan kebudayaan memiliki perbedaan dalam hal  berkehidupan sosial  ataupun  bergaul  dan juga memiliki aturan – aturan yang hanya atau juga dapat berlaku di suatu tempat terjadinya budaya tersebut. contohnya di negara maju seperti amerika  orang yang lebih bersifat individualis         yang bersifat lebih mementingkan sendiri dan sangat berbeda di kebudayaan indonesia dengan budaya timurnya yang lebih  bersikap kolektivis atau bersama-sama. Dan juga untuk memahami komunikasi lintas budaya lebih lanjut perlu untuk mengetahui ciri khas antara dua kebudayaan tersebut baik itu gerak tubuh atau bentuk komunikasi lainnya, sehingga kita dapat memahami maksud komunikasi lintas budaya dan berkomunikasi sesuai dengan harapan  atau ekspektasi kebudayaan lain. Dan supaya kita mengetahui dan memahami cara-cara atau pola prilaku yang berkembang diluar kebudayaan kita. Biasanya speech code akan berlaku pada sesama individu yang memahami maksud dari suatu komunikasi verbal non verbal dan pola prilaku dari lawan bicaranya yang berasal atau mengerti dan menginterprestasikan sama dengan apa yang dimaksud si komunikator. Sehingga speech code akan berlaku ketika apa yang akan disampaikan sudah dipahami oleh individu-individu yang saling berinteraksi tersebut, baik itu berasal dari lingkungan sosial yang sama ataupun budaya yang sama.





Penerapan
Teori ini cocok diterapkan dalam komunikasi interpersonal. Banyaknya suku dan budaya di Indonesia menyebabkan kita kesulitan berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya dengan kita. Namun perbedaan tersebut akan menjadi mudah apabila orang-orang mampu untu mengkaitkan dengan kajian etnografi. Dalam berkomunikasi kita bisa menggunakan bahasa nasional yang mudah dimengerti dan dipahami oleh masyarakat umum, walaupun berbeda budaya.

Contoh Kasus
Salah satu pembahasan teori ini adalah gaya bahasa seseorang, atau logat bahasa. Misalnya, ketika kita pertama kali datang ke purwokerto dan menetap untuk kuliah di UNSOED salah satu yang berbeda adalah logat bahasa, dan interaksi sosial yang ada. Logat atau bahasa masyarakat purwokerto bisa disebut gaya “Ngapak” banyumasan. Gaya bahasa Ngapak Banyumasan ini benar-benar berbeda dari daerah kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar