Minggu, 28 Mei 2017

Cultivation Theory



Pengantar Teori Cultivation
            Teori Cultivation tidak lepas dari seorang dosen Sekolah Tinggi Komunikasi Annenberg Universitas Pennsylvania, yaitu Goerge Gerbner. Teori Cultivation merupakan salah satu teori yang mencoba menjelaskan keterkaitan antara media komunikasi dalam hal ini televise dengan tindak kekerasan.      Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu (penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa apa yang mereka lihat di televise yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan adalah apa yang mereka yakini terjadi juga dalam  kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini masyarakat atau seseorang meyakini dan mempercayai bahwa tayangan Televisi seolah-olah nyata, sehingga merubah gaya hidup seseorang. Teori ini juga menekankan kepada efek yang akan muncul ketika seseorang menonton televisi, dan dapat merubah keyakinan dan opini masyarakat.

Teori Cultivation
                                                                 
Saat ini, televisi merupakan salah satu bagian yang penting dalam sebuah rumah tangga, di mana setiap anggota keluarga mempunyai akses yang tidak terbatas terhadap televisi. Dalam hal ini, televisi mampu mempengaruhi lingkungan melalui penggunaan berbagai simbol, mampu menyampaikan lebih banyak kisah sepanjang waktu. Gebrner menyatakan bahwa masyarakat memperhatikan televisi sebagaimana mereka memperhatikan tempat ibadah (gereja. Menurut Gerbner yang dilihat masyarakat  adalah kekerasan, karena ia merupakan cara yang paling sederhana dan paling murah untuk menunjukkan bagiamana seseorang berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Televisi memberikan pelajaran berharga bagi para penontonnya tentang berbagai ‘kenyataan hidup’, yang cenderung dipenuhi berbagai tindakan kekerasan.
Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya. Misalnya, tentang perilaku kekerasan yang terjadi di masyarakat. Para pecandu berat televisi ini akan mengatakn sebab utama munculnya kekerasan karena masalah sosial (karena televisi yang dia tonton sering menyuguhkan berita dan kejadian dengan motif sosial sebagai alasan melakukan kekerasan). Padahal bisa jadi sebab utama itu lebih karena faktor cultural shock (keterkejutan budaya) dari tradisonal ke modern. Dengan kata lain, penilaian, persepsi, opini penonton televisi digiring sedemikian rupa agar sesuai dengan apa yang mereka lihat di televisi. Bagi pecandu berat televisi, apa yang terjadi pada televisi itulah yang terjadi pada dunia sesungguhnya. Dalam hal ini, Gerbner membagi ada 4 sikap yang akan muncul berkaitan dengan keberadaan heavy  viewers, yaitu, Mereka yang memilih melibatkan diri dengan kekerasan Yaitu mereka yang pada akhirnya terlibat dan menjadi bagian dari berbagai peristiwa kekerasan. Mereka yang ketakutan berjalan sendiri di malam hari Yaitu merekayang percaya bahwa kehidupan nyata juga penuh dengan kekerasan, sehingga memunculkan ketakutan terhadap berbagai situasi yang memungkinkan terjadinya tindak kekerasan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa untuk tipe ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan hokum Yaitu mereka yang percaya bahwa masih cukup banyak  orang yang tidak mau  terlibat dalam tindakan kekerasan. Mereka yang sudah kehilangan kepercayaan Yaitu  mereka yang sudah apatis tidak percaya lagi dengan kemampuan hukum dan aparat yang ada dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan.
Gerbner menyatakan terdapat beberapa asumsi dari teori ini, yaitu Televisi dapat membuat asumsi tentang realitas dunia secara luas ketimbang memberikan opini dan sikap yang spesifik, semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untuk menonton Televisi sehingga akan menyebabkan semakin kuatnya kecenderungan orang tersebut menyamakan realitas televisi dengan realitas sosial, penonton berat ( heavy viewers ) cenderung menggunakan televisi sebagai sumber
informasi utama, munculnya sikap mainstreaming ( Homogenisasi audiens ), dan resonansi ( perasaan atau kepercayaan bahwa apa yang dilihat televisi juga terjadi dalam kehidupan nyata ).
                                                                 
Catatan Kritis
Di dalam mempelajari teori ini tema utamanya adalah  kekerasan, kontrol lingkungan lebih cocok dibanding kontrol pendapatan. Sebuah hubungan nyata antara terpaan kekerasan televisi dan takut akan kejahatan dapat dijelaskan dengan lingkungan dimana penonton tinggal. Mereka yang tinggal di lingkungan yang tingkat kriminilitasnya tinggi lebih percaya bahwa kemungkinan untuk diserang atau diganggu daripada mereka yang tinggal di lingkungan yang tingkat kriminalitasnya rendah. Beberapa kritikus juga mengatakan bahwa penonton sebenarnya juga aktif di dalam usaha menekan kekuatan pengaruh televisi seperti yang tidak diasumsikan dalam cultivation theory. Cultivation theory menganggap bahwa penonton itu pasif dan lebih memfokuskan pada kuantitas menonton televisi atau terpaan dan tidak menyediakan perbedaan yang mungkin muncul ketika penonton menginterpretasikan siaran-siaran televisi. Penonton mempunyai

Penerapan
Teori kultivasi sering digunakan untuk menganalisis berbagai bentuk praktik komunikasi, terutama komunikasi massa khususnya televisi apa yang kita kenal cultivation analysis. Para penonton berat akan cenderung melihat dunia nyata seperti apa yang digambarkan di televisi. Semakin sering kita menonton suatu program televisi, kita akan semakin terpengaruh oleh program itu. Jika kita menonton acara seperti Buser, Patroli atau Sergap di televisi swasta Indonesia akan terlihat beberapa perilaku kejahatan yang dilakukan masyarakat. Dalam acara itu diketengahkan tidak sedikit kejahatan yang bisa diungkap. Dalam pandangan kultivasi dikatakan bahwa adegan yang tersaji dalam setiap acara menggambarkan dunia kita sebenarnya. Bahwa di Indonesia kejahatan itu sudah sedemikian mewabah dan kuantitasnya semakin meningkat. Acara itu seolah menggambarkan dunia kejahatan seperti itulah yang sebenarnya ada di Indonesia. Contoh lain, semakin sering kita menonton suatu sinetron, kita akan semakin beranggapan bahwa sinetron itu adalah suatu realitas. Jika kita sering melihat tokoh ibu tiri yang kejam di sinetron, maka di dunia nyata kita akan beranggapan bahwa ibu tiri itu kejam dan kita akan benci jika ayah kita menikah lagi. Hawkins dan Pingree menemukan model proses kultivasi, yaitu bahwa proses kultivasi dalam pikiran kita terbagi dua, yaitu learning dan constructing. Apa yang dilihat oleh audiens kemudian akan melalui tahap belajar dan diikuti tahap mengkonstruksi dalam pikiran audiens tersebut.

Contoh Kasus
            Akhir-akhir ini televisi banyak memberitakan tentang kasus kriminalitas, seperti penculikan anak, pedofilia, pelecehan terhadap anak, pembunuhan, penjualan organ manusia, dan tindak kriminalitas lainnya. Dengan adanya hal itu, banyak orang tua yang khawatir terhadap kondisi lingkungan sekitar yang mereka anggap seperti yang diberitakan di televisi. Ditambah lagi dengan tetangga mereka yang telah menjadi korban tindakan kriminalitas. Dalam hal ini, televisi atau media massa telah merubah keyakinan seseorang yang tadinya pemberani menjadi penakut, dan khawatir terhadap apa yang ada. Televisi telah merubah kepercayaan, merubah gaya hidup, dan merubah opini dalam masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar