A. Pengertian
Konflik
Konflik adalah suatu masalah sosial yang
timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat
maupun negara.Pengertian Konflik menurut Robbins, Konflik adalah suatu proses
yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi
secara negatif atau akan segera memengaruhi secara negatif pihak
lain.Menurut Alabaness, Pengertian Konflik adalah
kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan
adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha
pencapaian tujuan pihak lain.
Dari kedua pengertian konflik yang
disampaikan pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Konflik adalah proses yang
dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau
pihak yang mengalami dan merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak
dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan
begitu juga sebaliknya.
Faktor penyebab konflik ada
bermacam-macam. Beberapa faktor
penyebab konflik, yaitu :
1.
Salah satu faktor penyebab konflik
adalah Saling bergantungan. Saling bergantungan dalam pekerjaan terjadi jika
dua kelompok organisasi atau lebih saling membutuhkan satu sama lain guna
menyelesaikan tugas.
2.
Salah satu faktor penyebab konflik ialah
perbedaan tujuan. Perbedaan tujuan yang terdapat diantara satu bagian dengan
bagian yang lain yang tidak sepaham bisa menjadi faktor penyebab munculnya
konflik.
3.
Salah satu faktor penyebab konflik yaitu
perbedaan persepsi atau pendapat. Dalam hal menghadapi suatu masalah, perbedaan
persepsi yang ditimbulkan inilah yang menyebabkan munculnya konflik.
Faktor penyebab konflik menurut Smith, Mazzarella dan Piele antara lain :
1.
Masalah komunikasi merupakan salah satu
faktor penyebab konflik, yang bisa terjadi pada masing-masing atau gabungan
dari unsur-unsur komunikasi, yaitu sumber komunikasi, pesan, penerima pesan dan
saluran.
2.
Struktur organisasi merupakan salah satu
faktor penyebab konflik, yang secara potensial dapat memunculkan konflik. Pada
setiap departemen atau fungsi dalam organisasi mempunyai kepentingan, tujuan
dan programnya sendiri-sendiri yang seringkali berbeda dengan yang lain.
3.
Faktor manusia merupakan salah satu faktor
penyebab konflik, sifat manusia satu dengan yang lain berbeda dan juga unik.
Hal ini yang berpotensi memunculkan konflik.
Ada tiga pandangan mengenai
konflik, yaitu :
1.
Pandangan Tradisional, menyatakan bahwa
konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian. Dalam aliran ini
memandang konflik sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan, sesuatu yang buruk
dan selalu merugikan dalam organisasi. Oleh karenanya, konflik harus dicegah
dan dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahannya.
2.
Pandangan Hubungan Kemanusiaan,
menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang alamiah, wajar dan tidak
terelakkan dalam setiap kelompok manusia. Konflik tidak selalu dipandang buruk
karena memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja
kelompok. Konflik ini tidak selamanya bersifat merugikan, bahkan bisa
menguntungkan, yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik.
3.
Pandangan Interaksionis, menyatakan
bahwa konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, akan
tetapi mutlak diperlukan untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif,
dengan demikian konflik harus diciptakan. Pandangan ini didasarkan pada
keyakinan bahwa organisasi yang harmonis, tenang dan damai ini justru akan
membuat organisasi itu menjadi statis dan tidak inovatif. Hal ini kemudian
berdampak pada kinerja organisasi yang menjadi rendah.
Macam Macam Konflik
Berbicara mengenai macam macam konflik, maka
konflik dibedakan dalam beberapa perspektif antara lain :
1.
Konflik Intraindividu. Konflik ini
dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan
ekspektasi di luar berbeda dengan keinginan atau harapannya.
2.
Konflik Antarindividu. Konflik yang
terjadi antarindividu yang berada dalam suatu kelompok atau antarindividu pada
kelompok yang berbeda.
3.
Konflik Antarkelompok. Konflik yang
bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
4.
Konflik Organisais. Konflik yang terjadi
antara unit organisasi yang bersifat struktural maupun fungsional. Contoh
konflik ini : konflik antara bagian pemasaran dengan bagian produksi.
Macam macam konflik ditinjau dari fungsinya,
yaitu :
1.
Konflik Konstruktif merupakan konflik
yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.
2.
Konflik Destruktif ialah konflik yang
berdampak negatif bagi pengembangan organisasi.
Macam macam konflik ditinjau dari segi
instansionalnya, yaitu :
1.
Konflik kebutuhan individu dengan peran
yang dimainkan dalam organisasi. Tidak jarang keinginan dan kebutuhan karyawan
bertentangan atau tidak sejalan dengan kepentingan dan kebutuhan organisasi.
Hal ini yang bisa memunculkan konflik.
2.
Konflik peranan dengan peranan. Misalnya
setiap karyawan organisasi yang memiliki peran berbeda-beda dan ada kalanya
perbedaan peran tiap individu tersebut memunculkan suatu konflik, karena setiap
individu tersebut berusaha untuk memainkan peran tersebut dengan
sebaik-baiknya.
3.
Konflik individu dengan individu
lainnya. Konflik ini seringkali muncul jika seorang individu berinteraksi
dengan individu lainnya karena latar belakang, pola pikir, pola tindak, minat,
kepribadian, persepsi dan sejumlah karakteristik yang berbeda antara hubungan
yang satu dengan yang lain.
Macam macam konflik ditinjau dari segi materi
atau masalah yang menjadi sumber konflik, yaitu :
1.
Konflik tujuan. Adanya perbedaan tujuan
antarindividu, organisasi atau kelompok dapat memunculkan konflik.
2.
Konflik peranan. Setiap manusia memiliki
peran lebih dari satu. Peran yang dimainkan ini seringkali memunculkan konflik.
3.
Konflik nilai. Nilai yang dianut
seseorang seringkali tidak sejalan dengan sistem nilai yang dianut organisasi
atau kelompok. Hal ini juga dapat berpotensi untuk memunculkan konflik.
4.
Konflik kebijakan. Konflik ini muncul
karena seorang individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang
ditetapkan organisasi.
Macam macam konflik menurut Mastenbroek, yaitu :
1.
Instrumen Conflicts adalah Konflik yang terjadi karena adanya
ketidaksepahaman antarkomponen dalam organisasi dan proses pengoperasiannya.
2.
Socio-emotional
Conflicts yaitu konflik yang berkaitan dengan identitas,
kandungan emosi, prasangka, kepercayaan, citra diri, keterikatan, identifikasi
terhadap kelompok, lembaga dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan
reaksi individu dengan yang lainnya.
3.
Negotiating
Conflicts atau konflik negosiasi ialah
ketegangan-ketegangan yang dirasakan pada waktu proses negosiasi terjadi, baik
antara individu dengan individu maupun kelompok dengan kelompok.
4.
Power and
Dependency Conflicys adalah konflik kekuasaan dan
ketergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi, misalnya
pengamanan dan penguatan kedudukan yang strategis.
B.
Konflik
Horizontal
Konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi
antar individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang sama. Konflik
horizontal sejajar dan bertingkat yang terjadi antara komunitas yang satu dan
komunitas yang lain. Konflik horizontal
merupakan pertentangan antara suatu kelompok masyarakat dengan
kelompok masyarakat lainnya (Hadiati, 2007:8). Konflik
horizontal ini disebabkan oleh isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar
Golongan). Konflik yang ditimbulkan berupa pertikaian antar
kelompok, anarkisme, tawuran. Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya
konflik horizontal seperti ideologi politik, faktor ekonomi dan faktor faktor
primodial.
Konflik horizontal terbagi menjadi dua perbedaan
penyebabnya pertama, persoalan individu dan persoalan komunal. Senada dengan
yang dinyatakan Maurice Duverger menyatakan perbedaan akan terus ada yang
menciptakan kuat dan lemah dalam hal ini dibagi individual (intelektualitas,
psikologis) dan kolektif (ras, kelas sosial, sosiokultural).
1. Persoalan
individu
Setiap individu berbeda dengan
individu lainnya, merupakan hal yang lazin jika individu mempunyai tiap-tiap
kebutuhannya, Maslow misalnya membuat piramida kebutuhan tiap-tiap individu,
Kebutuhan fisiologi (sandang,papan, pangan), rasa aman, rasa cinta, harga diri
dan aktualisasi diri. Dalam proses pemenuhan kebutuhan setiap individu haruslah
berkopetisi antara satu dan lainnya, proses kompetisi tersebut akan membuahkan
konflik. Jelas individu superior akan lebih unggul dibandingkan individu yang
inferior, begitu pula individu inferior akan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan kebutuhannya. Sehingga psikologis individu sangat menentukan dalam
proses kebutuhannya, terlebih perbedaan intelektualitas individu inferior yang
mendominasi individu lainnya. Jelas bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang
membentuk kelompok-kelompok, tentunya didalam kelompok tersebut akan
menimbulkan persaingan yang merangsang munculnya hawaanun
natiqun, sehinggah kompetisi individu satu dengan lainnya akan menimbulkan
konflik antar sesama individu lainnya.
2. Persoalan
Komunal
Dalam persoalan komunal, merupakan
hal yang wajar jika individu-individu saling mempunyai kesamaan satu dengan
yang lainnya, seperti kesamaan agama, kesamaan etnis, kesamaan hobi, dll.
Kesamaan tersebut akan membuat entitas kelompoknya, entitas kelompok ini akan
menjadi solid dan tumbuh bersama dalam kesamaan yang dibangun, Ibn Khaldun
menyebutnya dengan Ashobiyah mencintai kelompok.
Pemenuhan kebutuhan merupakan hal yang sangat
penting dalam keseharian manusia, tentunya dalam pengaturan strategi manusia
cenderung mendominasi hasil kebutuhan tersebut misalnya monopoli makanan,
minyak, dan SDA lainnya. Barang tentu dalam penguasaan kebutuhan tersebut
manusia harus mendominasi pula relasi ekonomi, jika meminjam konsep Marx bahwa
dunia dibagi oleh 2 kelas yaitu Borjuis dan Proletar, dalam hal ini kaum
borjuis telah mendominasi alat produksi sehingga proletar hanya sebagai pasar.
Perjuangan Marx untuk menjadikan dunia menjadi satu kelas saja, dipicu juga
oleh ketimpangan borjuis yang selalu berpakain serba higt
class dibandingkan kaum proletar, penyebab ketidakadilan sosial yang
menciptakan kelas-kelas merupakan penyebab utama dari konflik horizontal.
C. Kronologi
Konflik Ambon 1999
Januari-Maret 1999. Peristiwa diawali konflik antarpreman Batumerah (Muslim)
dan Mardika (Kristen) pada tgl. 19 Januari 1999, dalam sekejab menimbulkan
pertikaian antarkelompok agama dan sukubangsa, dan meledak menjadi kerusuhan
besar di Ambon. Kerusuhan itu bahkan meluas ke seluruh Pulau Ambon. Kota dan
desa-desa di Ambon bertebaran dengan puing-puing bangunan rumah ibadat, rumah
tinggal dan toko yang dibakar serta diratakan dengan tanah. Kota Ambon dan
sebagian desa-desa sekitarnya tersegregasi ketat dan terbagi dalam 2 wilayah:
Islam dan Kristen. Pemerintah daerah, aparat keamanan, pemuka-pemuka agama dan
adat kemudian sibuk melakukan upaya-upaya rekonsiliasi dengan mengadakan
upacara panas pela dilakukan di sana-sini. Sejak akhir Maret sampai pertengahan
Juli 1999, Ambon relatif reda dari kerusuhan besar.
Juli-November 1999. Suasana Ambon tenang-tenang tegang bersama atraksi
kampanye menjelang pemilu. Usai Pemilu, ketegangan meningkat dan tiba-tiba
pecah di daerah Poka, dan meluas ke bagian lain di Ambon. Segregasi semakin
ketat. Di Ambon hanya tersisa 1 desa (Wayame) yang masyarakatnya tetap berbaur.
Sebutan merah diganti dengan Obet (Robert) dan putih menjadi Acang (Hasan).
Akhir Desember 1999-pertengahan Januari 2000. Memasuki bulan puasa, awal
bulan Desember 1999, konflik mereda, namun setelah kunjungan Presiden dan Wakil
Presiden pada akhir bulan Desember 1999 kerusuhan menguat. Selepas kunjungan
Wapres berikutnya di bulan Januari 2000 terjadi lagi kerusuhan.
April 2000-Agustus 2000. Sejak Februari-Maret 2000, sebenarnya situasi di
Ambon sudah tenang. Upaya rekonsiliasi dilakukan di beberapa tempat: di Jakarta
(oleh tim rekonsiliasi pusat), di Belanda atas inisiatif dan undangan
pemerintah Belanda, di Bali oleh Pemerintah Inggris lewat Perwakilan PBB, dan
di atas kapal-kapal TNI-AL dalam program Surya Bhaskara Jaya (SBJ). Sehari
setelah kunjungan Wakil Presiden ke Ambon dalam rangka program SBJ, diawali
peristiwa makan Patita antara kelompok milisia Batumerah (Muslim) dengan
Kudamati (Kristen, kerusuhan mulai merebak lagi dan menjadi berkepanjangan
dengan cetusan berbagai dan di bulan Juni-Juli dengan adanya ribuan pasukan
Jihad di Ambon. Sebagian desa-desa Kristen habis rata dengan tanah. Terdapat
Jaringan Kerja Relawan. Relawan Muslim sangat sulit berkomunikasi dengan yang
Kristen, karena takut terhadap tekanan dari jihad. Reaksi dari masyarakat
Kristen lebih membutuhkan intervensi asing untuk pengamanan.
Di samping keempat garis besar, konflik yang terjadi di Ambon sebenarnya
memiliki latar belakang lain yaitu aspek sosial ekonomi. Konflik sosial ekonomi
yang terjadi di Ambon antara warga Muslim—baik pribumi maupun pendatang, yang
perkonomiannya dianggap relatif baik karena rata-rata berprofesi sebagai
pedagang serta tiga puluh tahun terakhir lebih banyak berperan dalam
pemerintahan—dan kelompok Kristen yang merasa termarjinalisasi oleh
keadaan-keadan tersebut. Pada politik jaman penjajahan, Belanda membuat
segregasi terhadap penduduk Hindia Belanda ke dalam empat kelas, yaitu bangsa
Eropa, pribumi beragama Kristen, bangsa Timur Asing dan Pribumi non-Kristen.
Hal ini menyebabkan warga Islam Indonesia termasuk Ambon merasa
termarjinalisasi. Masyarakat Ambon dan Maluku memang mengalami semacam
segregasi wilayah berdasarkan agama (Kristen dan Muslim) sebagaiwarisan sistem
kolonialisme pemerintah Belanda. Warga Islam dengan kondisi yang marjinal tetap
dapat bertahan dengan bekerja sebagai pedagang dan banyak pedagang datang dari
sekitar Maluku yang menyebabkan Islam semakin bertahan. Seusai jaman penjajahan
dan berganti pemerintahan Soeharto yaitu Orde Baru, kebijakan saat itu telah
memarjinalisasi warga Kristen karena warga Islam sebagai pedagang banyak
memunculkan intelektual ekonomi yang menduduki posisi dalam pemerintahan. Hal
ini menyebabkan kebencian warga Kristen terhadap warga Islam. Kebencian masih
bisa diredakan karena pada saat itu masih sering dilakukan pela gandong untuk
meningkatkan keharmonisan hubungan antar agama di Ambon. Namun, selama Orde
Baru, kebudayaan pela gandong mulai digantikan dengan pendekatan keamaanan
(ABRI) di mana jika terjadi konflik maka akan dikenakan sanksi yang berat.
Setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto, kebencian yang terpendam akhirnya
menjadi konflik kerusuhan yang besar.
Upaya-upaya rekonsiliasi tetap dilakukan. Namun, upacara panas pela menjadi
tidak efektif karena hanya 20% saja yang merasa memiliki ikatan pela gandong,
pendatang tidak merasa memiliki ikatan pela gandong tersebut. Selain itu pelaku
utama konflik seperti preman, milisia, kapitan-kapitan dan panglima-panglima
perangnya tidak mengikuti upacara panas pela.# Kesadaran kebersamaan masyarakat
terus diadudomba melalui istilah merah putih, dan Acang Obet. Pernyataan para
pemuka agama tidak dilakukan dalam pengadaan forum tetapi dilakukan melalui
cemooh dalam media televisi yang menjadikan media sebagai pemecah belah
masyarakat Ambon. Hal ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di Ambon tidak
murni berasal dari pihak dalam Ambon, tetapi adanya ikut campur pihak luar
Ambon yang memiliki kepentingan dan membiayai konflik tersebut menjadi pemicu
konflik.
DAFTAR PUSTAKA
Coward,
Harold. 1989. Pluralisme dan Tantangan Konflik Agama. Yogyakarta:
Kanisius
Sopiah,
2008. Konflik konflik dalam
masyarakat. Penerbit CV ANDI OFFSET : Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar