Selasa, 05 Desember 2017

Analisis Konflik Horizontal : Ambon Berdarah 1999

A.    Pengertian Konflik

Konflik adalah suatu masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara.Pengertian Konflik menurut Robbins, Konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera memengaruhi secara negatif pihak lain.Menurut Alabaness, Pengertian Konflik adalah kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.
Dari kedua pengertian konflik yang disampaikan pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu juga sebaliknya.
Faktor penyebab konflik ada bermacam-macam. Beberapa faktor penyebab konflik, yaitu :
1.       Salah satu faktor penyebab konflik adalah Saling bergantungan. Saling bergantungan dalam pekerjaan terjadi jika dua kelompok organisasi atau lebih saling membutuhkan satu sama lain guna menyelesaikan tugas.
2.       Salah satu faktor penyebab konflik ialah perbedaan tujuan. Perbedaan tujuan yang terdapat diantara satu bagian dengan bagian yang lain yang tidak sepaham bisa menjadi faktor penyebab munculnya konflik.
3.       Salah satu faktor penyebab konflik yaitu perbedaan persepsi atau pendapat. Dalam hal menghadapi suatu masalah, perbedaan persepsi yang ditimbulkan inilah yang menyebabkan munculnya konflik.
Faktor penyebab konflik menurut Smith, Mazzarella dan Piele antara lain :
1.      Masalah komunikasi merupakan salah satu faktor penyebab konflik, yang bisa terjadi pada masing-masing atau gabungan dari unsur-unsur komunikasi, yaitu sumber komunikasi, pesan, penerima pesan dan saluran.
2.      Struktur organisasi merupakan salah satu faktor penyebab konflik, yang secara potensial dapat memunculkan konflik. Pada setiap departemen atau fungsi dalam organisasi mempunyai kepentingan, tujuan dan programnya sendiri-sendiri yang seringkali berbeda dengan yang lain.
3.       Faktor manusia merupakan salah satu faktor penyebab konflik, sifat manusia satu dengan yang lain berbeda dan juga unik. Hal ini yang berpotensi memunculkan konflik.
Ada tiga pandangan mengenai konflik, yaitu :
1.       Pandangan Tradisional, menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian. Dalam aliran ini memandang konflik sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan, sesuatu yang buruk dan selalu merugikan dalam organisasi. Oleh karenanya, konflik harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahannya.
2.       Pandangan Hubungan Kemanusiaan, menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang alamiah, wajar dan tidak terelakkan dalam setiap kelompok manusia. Konflik tidak selalu dipandang buruk karena memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok. Konflik ini tidak selamanya bersifat merugikan, bahkan bisa menguntungkan, yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik.
3.       Pandangan Interaksionis, menyatakan bahwa konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, akan tetapi mutlak diperlukan untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif, dengan demikian konflik harus diciptakan. Pandangan ini didasarkan pada keyakinan bahwa organisasi yang harmonis, tenang dan damai ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis dan tidak inovatif. Hal ini kemudian berdampak pada kinerja organisasi yang menjadi rendah.

Macam Macam Konflik
Berbicara mengenai macam macam konflik, maka konflik dibedakan dalam beberapa perspektif antara lain :
1.      Konflik Intraindividu. Konflik ini dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspektasi di luar berbeda dengan keinginan atau harapannya.
2.      Konflik Antarindividu. Konflik yang terjadi antarindividu yang berada dalam suatu kelompok atau antarindividu pada kelompok yang berbeda.
3.      Konflik Antarkelompok. Konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
4.      Konflik Organisais. Konflik yang terjadi antara unit organisasi yang bersifat struktural maupun fungsional. Contoh konflik ini : konflik antara bagian pemasaran dengan bagian produksi.

Macam macam konflik ditinjau dari fungsinya, yaitu :
1.       Konflik Konstruktif merupakan konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.
2.       Konflik Destruktif ialah konflik yang berdampak negatif bagi pengembangan organisasi.

Macam macam konflik ditinjau dari segi instansionalnya, yaitu :
1.      Konflik kebutuhan individu dengan peran yang dimainkan dalam organisasi. Tidak jarang keinginan dan kebutuhan karyawan bertentangan atau tidak sejalan dengan kepentingan dan kebutuhan organisasi. Hal ini yang bisa memunculkan konflik.
2.      Konflik peranan dengan peranan. Misalnya setiap karyawan organisasi yang memiliki peran berbeda-beda dan ada kalanya perbedaan peran tiap individu tersebut memunculkan suatu konflik, karena setiap individu tersebut berusaha untuk memainkan peran tersebut dengan sebaik-baiknya.
3.      Konflik individu dengan individu lainnya. Konflik ini seringkali muncul jika seorang individu berinteraksi dengan individu lainnya karena latar belakang, pola pikir, pola tindak, minat, kepribadian, persepsi dan sejumlah karakteristik yang berbeda antara hubungan yang satu dengan yang lain.

Macam macam konflik ditinjau dari segi materi atau masalah yang menjadi sumber konflik, yaitu :
1.      Konflik tujuan. Adanya perbedaan tujuan antarindividu, organisasi atau kelompok dapat memunculkan konflik.
2.      Konflik peranan. Setiap manusia memiliki peran lebih dari satu. Peran yang dimainkan ini seringkali memunculkan konflik.
3.      Konflik nilai. Nilai yang dianut seseorang seringkali tidak sejalan dengan sistem nilai yang dianut organisasi atau kelompok. Hal ini juga dapat berpotensi untuk memunculkan konflik.
4.      Konflik kebijakan. Konflik ini muncul karena seorang individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang ditetapkan organisasi.


Macam macam konflik menurut Mastenbroek, yaitu :
1.      Instrumen Conflicts adalah Konflik yang terjadi karena adanya ketidaksepahaman antarkomponen dalam organisasi dan proses pengoperasiannya.
2.      Socio-emotional Conflicts yaitu konflik yang berkaitan dengan identitas, kandungan emosi, prasangka, kepercayaan, citra diri, keterikatan, identifikasi terhadap kelompok, lembaga dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan reaksi individu dengan yang lainnya.
3.      Negotiating Conflicts atau konflik negosiasi ialah ketegangan-ketegangan yang dirasakan pada waktu proses negosiasi terjadi, baik antara individu dengan individu maupun kelompok dengan kelompok.
4.      Power and Dependency Conflicys adalah konflik kekuasaan dan ketergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi, misalnya pengamanan dan penguatan kedudukan yang strategis.

B.     Konflik Horizontal
Konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi antar individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang sama. Konflik horizontal sejajar dan bertingkat yang terjadi antara komunitas yang satu dan komunitas yang lain.  Konflik horizontal merupakan  pertentangan antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya (Hadiati, 2007:8). Konflik horizontal  ini disebabkan oleh isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).  Konflik yang ditimbulkan berupa pertikaian antar kelompok, anarkisme, tawuran. Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik horizontal seperti ideologi politik, faktor ekonomi dan faktor faktor primodial.
Konflik horizontal terbagi menjadi dua perbedaan penyebabnya pertama, persoalan individu dan persoalan komunal. Senada dengan yang dinyatakan Maurice Duverger menyatakan perbedaan akan terus ada yang menciptakan kuat dan lemah dalam hal ini dibagi individual (intelektualitas, psikologis) dan kolektif (ras, kelas sosial, sosiokultural).
1.       Persoalan individu
Setiap individu berbeda dengan individu lainnya, merupakan hal yang lazin jika individu mempunyai tiap-tiap kebutuhannya, Maslow misalnya membuat piramida kebutuhan tiap-tiap individu, Kebutuhan fisiologi (sandang,papan, pangan), rasa aman, rasa cinta, harga diri dan aktualisasi diri. Dalam proses pemenuhan kebutuhan setiap individu haruslah berkopetisi antara satu dan lainnya, proses kompetisi tersebut akan membuahkan konflik. Jelas individu superior akan lebih unggul dibandingkan individu yang inferior, begitu pula individu inferior akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kebutuhannya. Sehingga psikologis individu sangat menentukan dalam proses kebutuhannya, terlebih perbedaan intelektualitas individu inferior yang mendominasi individu lainnya. Jelas bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang membentuk kelompok-kelompok, tentunya didalam kelompok tersebut akan menimbulkan persaingan yang merangsang munculnya hawaanun natiqun, sehinggah kompetisi individu satu dengan lainnya akan menimbulkan konflik antar sesama individu lainnya.
2.      Persoalan Komunal
Dalam persoalan komunal, merupakan hal yang wajar jika individu-individu saling mempunyai kesamaan satu dengan yang lainnya, seperti kesamaan agama, kesamaan etnis, kesamaan hobi, dll. Kesamaan tersebut akan membuat entitas kelompoknya, entitas kelompok ini akan menjadi solid dan tumbuh bersama dalam kesamaan yang dibangun, Ibn Khaldun menyebutnya dengan Ashobiyah mencintai kelompok.

Pemenuhan kebutuhan merupakan hal yang sangat penting dalam keseharian manusia, tentunya dalam pengaturan strategi manusia cenderung mendominasi hasil kebutuhan tersebut misalnya monopoli makanan, minyak, dan SDA lainnya. Barang tentu dalam penguasaan kebutuhan tersebut manusia harus mendominasi pula relasi ekonomi, jika meminjam konsep Marx bahwa dunia dibagi oleh 2 kelas yaitu Borjuis dan Proletar, dalam hal ini kaum borjuis telah mendominasi alat produksi sehingga proletar hanya sebagai pasar. Perjuangan Marx untuk menjadikan dunia menjadi satu kelas saja, dipicu juga oleh ketimpangan borjuis yang selalu berpakain serba higt class dibandingkan kaum proletar, penyebab ketidakadilan sosial yang menciptakan kelas-kelas merupakan penyebab utama dari konflik horizontal.



C.     Kronologi Konflik Ambon 1999

Januari-Maret 1999. Peristiwa diawali konflik antarpreman Batumerah (Muslim) dan Mardika (Kristen) pada tgl. 19 Januari 1999, dalam sekejab menimbulkan pertikaian antarkelompok agama dan sukubangsa, dan meledak menjadi kerusuhan besar di Ambon. Kerusuhan itu bahkan meluas ke seluruh Pulau Ambon. Kota dan desa-desa di Ambon bertebaran dengan puing-puing bangunan rumah ibadat, rumah tinggal dan toko yang dibakar serta diratakan dengan tanah. Kota Ambon dan sebagian desa-desa sekitarnya tersegregasi ketat dan terbagi dalam 2 wilayah: Islam dan Kristen. Pemerintah daerah, aparat keamanan, pemuka-pemuka agama dan adat kemudian sibuk melakukan upaya-upaya rekonsiliasi dengan mengadakan upacara panas pela dilakukan di sana-sini. Sejak akhir Maret sampai pertengahan Juli 1999, Ambon relatif reda dari kerusuhan besar.
Juli-November 1999. Suasana Ambon tenang-tenang tegang bersama atraksi kampanye menjelang pemilu. Usai Pemilu, ketegangan meningkat dan tiba-tiba pecah di daerah Poka, dan meluas ke bagian lain di Ambon. Segregasi semakin ketat. Di Ambon hanya tersisa 1 desa (Wayame) yang masyarakatnya tetap berbaur. Sebutan merah diganti dengan Obet (Robert) dan putih menjadi Acang (Hasan).
Akhir Desember 1999-pertengahan Januari 2000. Memasuki bulan puasa, awal bulan Desember 1999, konflik mereda, namun setelah kunjungan Presiden dan Wakil Presiden pada akhir bulan Desember 1999 kerusuhan menguat. Selepas kunjungan Wapres berikutnya di bulan Januari 2000 terjadi lagi kerusuhan.
April 2000-Agustus 2000. Sejak Februari-Maret 2000, sebenarnya situasi di Ambon sudah tenang. Upaya rekonsiliasi dilakukan di beberapa tempat: di Jakarta (oleh tim rekonsiliasi pusat), di Belanda atas inisiatif dan undangan pemerintah Belanda, di Bali oleh Pemerintah Inggris lewat Perwakilan PBB, dan di atas kapal-kapal TNI-AL dalam program Surya Bhaskara Jaya (SBJ). Sehari setelah kunjungan Wakil Presiden ke Ambon dalam rangka program SBJ, diawali peristiwa makan Patita antara kelompok milisia Batumerah (Muslim) dengan Kudamati (Kristen, kerusuhan mulai merebak lagi dan menjadi berkepanjangan dengan cetusan berbagai dan di bulan Juni-Juli dengan adanya ribuan pasukan Jihad di Ambon. Sebagian desa-desa Kristen habis rata dengan tanah. Terdapat Jaringan Kerja Relawan. Relawan Muslim sangat sulit berkomunikasi dengan yang Kristen, karena takut terhadap tekanan dari jihad. Reaksi dari masyarakat Kristen lebih membutuhkan intervensi asing untuk pengamanan.
Di samping keempat garis besar, konflik yang terjadi di Ambon sebenarnya memiliki latar belakang lain yaitu aspek sosial ekonomi. Konflik sosial ekonomi yang terjadi di Ambon antara warga Muslim—baik pribumi maupun pendatang, yang perkonomiannya dianggap relatif baik karena rata-rata berprofesi sebagai pedagang serta tiga puluh tahun terakhir lebih banyak berperan dalam pemerintahan—dan kelompok Kristen yang merasa termarjinalisasi oleh keadaan-keadan tersebut. Pada politik jaman penjajahan, Belanda membuat segregasi terhadap penduduk Hindia Belanda ke dalam empat kelas, yaitu bangsa Eropa, pribumi beragama Kristen, bangsa Timur Asing dan Pribumi non-Kristen. Hal ini menyebabkan warga Islam Indonesia termasuk Ambon merasa termarjinalisasi. Masyarakat Ambon dan Maluku memang mengalami semacam segregasi wilayah berdasarkan agama (Kristen dan Muslim) sebagaiwarisan sistem kolonialisme pemerintah Belanda. Warga Islam dengan kondisi yang marjinal tetap dapat bertahan dengan bekerja sebagai pedagang dan banyak pedagang datang dari sekitar Maluku yang menyebabkan Islam semakin bertahan. Seusai jaman penjajahan dan berganti pemerintahan Soeharto yaitu Orde Baru, kebijakan saat itu telah memarjinalisasi warga Kristen karena warga Islam sebagai pedagang banyak memunculkan intelektual ekonomi yang menduduki posisi dalam pemerintahan. Hal ini menyebabkan kebencian warga Kristen terhadap warga Islam. Kebencian masih bisa diredakan karena pada saat itu masih sering dilakukan pela gandong untuk meningkatkan keharmonisan hubungan antar agama di Ambon. Namun, selama Orde Baru, kebudayaan pela gandong mulai digantikan dengan pendekatan keamaanan (ABRI) di mana jika terjadi konflik maka akan dikenakan sanksi yang berat. Setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto, kebencian yang terpendam akhirnya menjadi konflik kerusuhan yang besar.
Upaya-upaya rekonsiliasi tetap dilakukan. Namun, upacara panas pela menjadi tidak efektif karena hanya 20% saja yang merasa memiliki ikatan pela gandong, pendatang tidak merasa memiliki ikatan pela gandong tersebut. Selain itu pelaku utama konflik seperti preman, milisia, kapitan-kapitan dan panglima-panglima perangnya tidak mengikuti upacara panas pela.# Kesadaran kebersamaan masyarakat terus diadudomba melalui istilah merah putih, dan Acang Obet. Pernyataan para pemuka agama tidak dilakukan dalam pengadaan forum tetapi dilakukan melalui cemooh dalam media televisi yang menjadikan media sebagai pemecah belah masyarakat Ambon. Hal ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di Ambon tidak murni berasal dari pihak dalam Ambon, tetapi adanya ikut campur pihak luar Ambon yang memiliki kepentingan dan membiayai konflik tersebut menjadi pemicu konflik.

DAFTAR PUSTAKA


Coward, Harold. 1989.  Pluralisme dan Tantangan Konflik Agama. Yogyakarta: Kanisius

Setyo, Guntur. 2013. Ambonku Berdarah. www.analisakonflikambon.com . Diakses pada 22 November 2017


Sopiah, 2008. Konflik konflik dalam masyarakat. Penerbit CV ANDI OFFSET : Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar