Selasa, 05 Desember 2017

Konstruksi Kelas Dalam Media : Konstruksi Kelas Dalam FTV di Indonesia

A.    Pengertian Konstruksi Sosial

Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada pembeda-bedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Di sekitar kita ada orang yang menempati jabatan tinggi seperti gubernur dan wali kota dan jabatan rendah seperti camat dan lurah. Di sekolah ada kepala sekolah dan ada staf sekolah. Di rt atau rw kita ada orang kaya, orang biasa saja dan ada orang miskin.
Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, cakep jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain. Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan memunculkan stratifikasi sosial (pengkelas-kelasan) atau diferensiasi sosial (pembeda-bedaan). Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis (atau stratifikasi) antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Biasanya kebanyakan masyarakat memiliki golongan sosial , namun tidak semua masyarakat memiliki jenis-jenis kategori golongan sosial yang sama. Berdasarkan karakteristik stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Beberapa masyarakat tradisional pemburu-pengumpul, tidak memiliki golongan sosial dan seringkali tidak memiliki pemimpin tetap pula. Oleh karena itu masyarakt seperti ini menghindari stratifikasi sosial. Dalam masyarakat seperti ini, semua orang biasanya mengerjakan aktivitas yang sama dan tidak ada pembagian pekerjaan. Klasifikasi Kelas Sosial Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:
a.       Berdasarkan Status Ekonomi.
1.      Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan, menjadi :
a.       Golongan sangat kaya
b.      Golongan kaya
c.       Golongan miskin




2.      Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:
a.       Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b.      Golongan menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
c.       Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah cenderung dimasukkan ke golongan kapatalis karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.
3.      Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas yakni:
a.       Kelas sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b.      Kelas sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c.       Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d.      Kelas sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e.       Kelas sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)\
f.       Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class)
4.      Dalam masyarakat Eropa dikenal 4 kelas, yakni:
1. Kelas puncak (top class)
2.Kelas menengah berpendidikan (academic middle class)
3. Kelas menengah ekonomi (economic middle class
4. Kelas pekerja (workmen dan Formensclass)
5. Kelas bawah (underdog class)

b.      Berdasarkan Status Sosial
Kelas sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan status sosialnya. Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang terhormat karena memiliki status sosial yang tinggi, dan seorang anggota masyarakat dipandang rendah karena memiliki status sosial yang rendah.
Definisi Kelas Sosial Berdasarkan karakteristik Stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Istilah kelas memang tidak selalu memiliki arti yang sama, walaupun pada hakekatnya mewujudkan sistem kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Pengertian kelas sejalan dengan pengertian lapisan tanpa harus membedakan dasar pelapisan masyarakat tersebut. Kelas Sosial atau Golongan sosial mempunyai arti yang relatif lebih banyak dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial yang didasarkan atas kriteria ekonomi.

B.     Konstruksi kelas dalam FTV Indonesia ( Film Televisi )

Film Televisi (FTV) merupakan salah satu program acara berupa sandiwara dengan kisah tertentu, sejenis drama dan sinetron dengan jumlah episode tunggal yang ditayangkan di televisi  nasional dan banyak diminati oleh masyarakat. Televisi sebagai media, yaitu alat atau sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada khalayak umum, mendukung penyebaran FTV secara luas di masyarakat. FTV pada mulanya termasuk dalam budaya massa karena disukai secara luas dan menjadi kebiasaan seluruh kalangan masyarakat untuk mengonsumsinya sehari-hari sebagai hiburan. FTV berkembang menjadi budaya populer dikarenakan telah dimasuki nilai-nilai, kepentingan, dan ideologi oleh industri. Masuknya nilai–nilai, kepentingan, dan ideologi ke dalam FTV yang dikonsumsi secara massa diduga mampu menanamkan hegemoni kepada masyarakat penikmatnya.
FTV banyak menawarkan percintaan antara dua kelas sosial yang sangat kontras, misalnya kisah percintaan antara si kaya dengan si miskin. Adegan wanita miskin yang mendadak kaya karena menikahi pria konglomerat, mertua kaya yang enggan memiliki menantu miskin dan selalu menyiksanya, serta tindakan menghalalkan segala cara demi mendapatkan kebahagiaan materi merupakan menu utama yang disajikan oleh FTV disetiap serinya. Contohnya pada FTV Cintaku Full Gak Setengah-Setengah yang menceritakan kisah cinta antara pria miskin yang tampan dengan wanita kaya raya. Kisah mereka selalu diawali dengan pertemuan yang kebetulan dan seolah-olah kebetulan itulah yang mengantarkan si miskin secara bertahap menuju kelas sosial yang lebih tinggi. Demikian juga pada FTV yang berjudul Pacarku Tukang Gali Kubur, dimana tokoh pria kaya jatuh hati kepada tokoh wanita miskin yang berprofesi sebagai tukang gali kubur. Kejadian-kejadian yang minim terjadi dalam realita kehidupan, menjadi doktrin yang selalu ada di tayangan FTV, sehingga mengakibatkan para penonton berandai-andai atau berangan-angan untuk mendapatkan hal yang jarang dalam realita tersebut.


Jika diselidiki lebih lanjut dapat kita temukan hegemoni ideologi yang menganggap kebahagiaan hidup hanyalah diukur dengan materi. Materi dalam hal ini merupakan sesuatu yang bisa dilihat secara kasat mata, seperti harta, tahta, dan lain sebagainya. Semakin banyak materi yang dimiliki berarti semakin tinggi status sosialnya dan semakin terhormat pula dirinya. Contoh pada FTV Cintaku Full Gak Setengah-Setengah, tokoh pria miskin selalu diremehkan oleh atasannya hingga suatu ketika si pria terlibat dalam hilangnya mobil sewaan dengan klien seorang wanita kaya. Kesalahan tersebut murni dilakukan oleh wanita kaya, tetapi tetap tokoh pria miskinlah yang menjadi kambing hitam. Pandangan merendahkan tokoh bos kepada tokoh pria miskin berubah saat tokoh wanita kaya ikut campur dengan menyuap tokoh bos. Deskripsi tersebut memperkuat hegemoni ideologi kepada masyarakat bahwa kelas sosial yang baik dan terhormat adalah kelas borjuis, bukan kelas proletar. Industri memanfaatkan hal ini untuk memberikan standar bagaimana seseorang dapat dikategorikan sebagai kelas borjuis, seperti kisah-kisah pada FTV bahwa borjuis itu digambarkan melalui setting cerita dan tema dalam ftv memiliki fasilitas apapun mulai dari rumah mewah, mobil impor, gadget canggih, memiliki saham dan bebas berinvestasi, berpendidikan tinggi, profesi yang dianggap ‘keren’ seperti pengusaha, pemilik perusahaan, pekerja militer dengan pangkat yang tinggi, dokter, dan lainnya.
Kekhasan lain dari FTV adalah menonjolnya konsep patriarki dalam penggambaran situasi dan tokohnya, konsep patriarki adalah konsep dimana pria dianggap sebagai gender yang terbaik. Pria adalah sosok maskulin yang digambarkan lebih rasional, kuat, protektif, dan apapun tindakannya dianggap lebih tepat dari pada wanita. Sedangkan wanita dianggap emosional, irasional bahkan terkesan bodoh, lemah, bersifat selalu mengabdi, dan apapun keputusan yang dibuat selalu berada di bawah keputusan pria. Menurut Storey (2010: 30) kaum wanita dilihat sebagai korban pasif dari pesan-pesan opera sabun (untuk masa kini sama dengan sandiwara) yang memperdayakan dan mengesampingkan kesenangan mereka melalui identifikasi perempuan cengeng. Dalam FTV misalnya, tokoh pemeran utama wanita terkesan bodoh dan terlalu percaya kepada kekasihnya sehingga ia tidak sadar telah dimanfaatkan, bahkan keputusan-keputusan yang ia buat untuk menyelesaikan masalah terkesan ceroboh. Sedangkan keputusan tokoh pria menjadi keputusan yang paling masuk akal.




DAFTAR PUSTAKA

Candra, Ayu. 2011. FTV sebagai media konstruksi kelas. Diakses pada 19 November 2017

Soekanto Soerjono,Pengantar Sosiologi,Cetakan Keempat,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1990).



1 komentar: