A.
Pengertian Konstruksi Sosial
Dalam lingkungan
masyarakat kita melihat bahwa ada pembeda-bedaan yang berlaku dan diterima
secara luas oleh masyarakat. Di sekitar kita ada orang yang menempati jabatan
tinggi seperti gubernur dan wali kota dan jabatan rendah seperti camat dan
lurah. Di sekolah ada kepala sekolah dan ada staf sekolah. Di rt atau rw kita
ada orang kaya, orang biasa saja dan ada orang miskin.
Perbedaan itu tidak
hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi
akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku,
agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan,
cakep jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang
lain. Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan memunculkan
stratifikasi sosial (pengkelas-kelasan) atau diferensiasi sosial
(pembeda-bedaan). Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan
hierarkis (atau stratifikasi) antara insan atau kelompok manusia dalam
masyarakat atau budaya. Biasanya kebanyakan masyarakat memiliki golongan sosial
, namun tidak semua masyarakat memiliki jenis-jenis kategori golongan sosial
yang sama. Berdasarkan karakteristik stratifikasi sosial, dapat kita temukan
beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Beberapa masyarakat
tradisional pemburu-pengumpul, tidak memiliki golongan sosial dan seringkali
tidak memiliki pemimpin tetap pula. Oleh karena itu masyarakt seperti ini
menghindari stratifikasi sosial. Dalam masyarakat seperti ini, semua orang
biasanya mengerjakan aktivitas yang sama dan tidak ada pembagian pekerjaan.
Klasifikasi Kelas Sosial Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:
a.
Berdasarkan Status Ekonomi.
1. Aristoteles
membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan, menjadi :
a. Golongan
sangat kaya
b. Golongan
kaya
c. Golongan
miskin
2. Karl
Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:
a. Golongan
kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan
menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
c. Golongan
proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk
didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx
golongan menengah cenderung dimasukkan ke golongan kapatalis karena dalam
kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian,
dalam kenyataannya hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan
kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.
3. Pada
masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas yakni:
a. Kelas
sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b. Kelas
sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c. Kelas
sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d. Kelas
sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e. Kelas
sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)\
f. Kelas
sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class)
4. Dalam
masyarakat Eropa dikenal 4 kelas, yakni:
1. Kelas puncak (top class)
2.Kelas menengah berpendidikan
(academic middle class)
3. Kelas menengah ekonomi (economic middle class
3. Kelas menengah ekonomi (economic middle class
4. Kelas pekerja (workmen dan
Formensclass)
5. Kelas bawah (underdog class)
b.
Berdasarkan Status Sosial
Kelas
sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan status sosialnya.
Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang terhormat karena memiliki status
sosial yang tinggi, dan seorang anggota masyarakat dipandang rendah karena memiliki
status sosial yang rendah.
Definisi
Kelas Sosial Berdasarkan karakteristik Stratifikasi sosial, dapat kita temukan
beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Istilah kelas memang
tidak selalu memiliki arti yang sama, walaupun pada hakekatnya mewujudkan
sistem kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Pengertian kelas sejalan dengan
pengertian lapisan tanpa harus membedakan dasar pelapisan masyarakat tersebut. Kelas
Sosial atau Golongan sosial mempunyai arti yang relatif lebih banyak dipakai
untuk menunjukkan lapisan sosial yang didasarkan atas kriteria ekonomi.
B.
Konstruksi kelas dalam FTV Indonesia (
Film Televisi )
Film Televisi (FTV)
merupakan salah satu program acara berupa sandiwara dengan kisah tertentu,
sejenis drama dan sinetron dengan jumlah episode tunggal yang ditayangkan di
televisi nasional dan banyak diminati oleh masyarakat. Televisi sebagai
media, yaitu alat atau sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada
khalayak umum, mendukung penyebaran FTV secara luas di masyarakat. FTV pada
mulanya termasuk dalam budaya massa karena disukai secara luas dan menjadi
kebiasaan seluruh kalangan masyarakat untuk mengonsumsinya sehari-hari sebagai
hiburan. FTV berkembang menjadi budaya populer dikarenakan telah dimasuki
nilai-nilai, kepentingan, dan ideologi oleh industri. Masuknya nilai–nilai,
kepentingan, dan ideologi ke dalam FTV yang dikonsumsi secara massa diduga
mampu menanamkan hegemoni kepada masyarakat penikmatnya.
FTV banyak menawarkan
percintaan antara dua kelas sosial yang sangat kontras, misalnya kisah
percintaan antara si kaya dengan si miskin. Adegan wanita miskin yang mendadak
kaya karena menikahi pria konglomerat, mertua kaya yang enggan memiliki menantu
miskin dan selalu menyiksanya, serta tindakan menghalalkan segala cara demi
mendapatkan kebahagiaan materi merupakan menu utama yang disajikan oleh FTV
disetiap serinya. Contohnya pada FTV Cintaku Full Gak
Setengah-Setengah yang menceritakan kisah cinta antara pria miskin yang
tampan dengan wanita kaya raya. Kisah mereka selalu diawali dengan pertemuan
yang kebetulan dan seolah-olah kebetulan itulah yang mengantarkan si miskin
secara bertahap menuju kelas sosial yang lebih tinggi. Demikian juga pada FTV
yang berjudul Pacarku Tukang Gali Kubur, dimana tokoh pria kaya jatuh hati
kepada tokoh wanita miskin yang berprofesi sebagai tukang gali kubur.
Kejadian-kejadian yang minim terjadi dalam realita kehidupan, menjadi doktrin
yang selalu ada di tayangan FTV, sehingga mengakibatkan para penonton
berandai-andai atau berangan-angan untuk mendapatkan hal yang jarang dalam
realita tersebut.
Jika diselidiki lebih
lanjut dapat kita temukan hegemoni ideologi yang menganggap kebahagiaan hidup
hanyalah diukur dengan materi. Materi dalam hal ini merupakan sesuatu yang bisa
dilihat secara kasat mata, seperti harta, tahta, dan lain sebagainya. Semakin
banyak materi yang dimiliki berarti semakin tinggi status sosialnya dan semakin
terhormat pula dirinya. Contoh pada FTV Cintaku Full Gak
Setengah-Setengah, tokoh pria miskin selalu diremehkan oleh atasannya hingga
suatu ketika si pria terlibat dalam hilangnya mobil sewaan dengan klien seorang
wanita kaya. Kesalahan tersebut murni dilakukan oleh wanita kaya, tetapi tetap
tokoh pria miskinlah yang menjadi kambing hitam. Pandangan merendahkan tokoh
bos kepada tokoh pria miskin berubah saat tokoh wanita kaya ikut campur dengan
menyuap tokoh bos. Deskripsi tersebut memperkuat hegemoni ideologi kepada
masyarakat bahwa kelas sosial yang baik dan terhormat adalah kelas borjuis,
bukan kelas proletar. Industri memanfaatkan hal ini untuk memberikan standar
bagaimana seseorang dapat dikategorikan sebagai kelas borjuis, seperti
kisah-kisah pada FTV bahwa borjuis itu digambarkan melalui setting cerita dan
tema dalam ftv memiliki fasilitas apapun mulai dari rumah mewah, mobil impor, gadget canggih,
memiliki saham dan bebas berinvestasi, berpendidikan tinggi, profesi yang
dianggap ‘keren’ seperti pengusaha, pemilik perusahaan, pekerja militer dengan
pangkat yang tinggi, dokter, dan lainnya.
Kekhasan lain dari FTV
adalah menonjolnya konsep patriarki dalam penggambaran situasi dan tokohnya,
konsep patriarki adalah konsep dimana pria dianggap sebagai gender yang
terbaik. Pria adalah sosok maskulin yang digambarkan lebih rasional, kuat,
protektif, dan apapun tindakannya dianggap lebih tepat dari pada wanita.
Sedangkan wanita dianggap emosional, irasional bahkan terkesan bodoh, lemah,
bersifat selalu mengabdi, dan apapun keputusan yang dibuat selalu berada di
bawah keputusan pria. Menurut Storey (2010: 30) kaum wanita dilihat sebagai
korban pasif dari pesan-pesan opera sabun (untuk masa kini sama dengan
sandiwara) yang memperdayakan dan mengesampingkan kesenangan mereka melalui
identifikasi perempuan cengeng. Dalam FTV misalnya, tokoh pemeran utama wanita
terkesan bodoh dan terlalu percaya kepada kekasihnya sehingga ia tidak sadar
telah dimanfaatkan, bahkan keputusan-keputusan yang ia buat untuk menyelesaikan
masalah terkesan ceroboh. Sedangkan keputusan tokoh pria menjadi keputusan yang
paling masuk akal.
DAFTAR PUSTAKA
Candra,
Ayu. 2011. FTV sebagai media konstruksi kelas. Diakses pada 19 November 2017
Soekanto Soerjono,Pengantar Sosiologi,Cetakan
Keempat,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1990).
wew bapak ibam
BalasHapussangat bermanfaat