BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini terdapat
perhatian yang semakin besar terhadap filsafat ilmu. Perkembangan cepat dialami
oleh banyak ilmu serta pengaruhnya yang semakin besar terhadap kehidupan
masyarakat. Filsafat ilmu ialah
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara – cara
memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu
penyelidikan lanjutan.
Pembagian-pembagian nama
dan istilah dalam filsafat mengkotak-kotakkan setiap pengetahuan yang sering
kali berdasar pada pengalaman, selain itu tidak dipungkiri bahwa berfilsafat
sebagai manifestasi kegiatan intelektual yang telah meletakkan dasar-dasar
paradigmatik bagi tradisi dalam kehidupan masyarakat ilmiah ala barat.
Sejalan dengan ajaran
filsafat Auguste Comte yang dikenal sebagai bapak Sosiologi, logico
–positivisme yang juga digagas oleh dirinya, merupakan model epistemologi yang
di dalamnya terdapat lengkah-langkah progresinya menempuh jalan melalui
observasi, eksperimentasi dan komparasi mendapatkan apresiasi yang berlebihan
sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial.
Dalam makalah ini akan membahas tentang salah satu aliran yaitu post
positivisme.
Post Positivisme merupakan
aliran yang mengkritisi aliran posiutivisme, aliran post positivisme merupakan
aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemanpositivisme yang
mengandalkan kemampuan pengamtan langsung terhadap objek yang
diteliti. Paham ini menentang positivisme,
alasannya karena tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia dengan
ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa diprediksi dengan satu penjelasan
yang pasti atau mutlak, sebab manusia selalu berubah.
Postpositivisme
mempunyai ciri utama sebagai suatu modifikasi dariPositivisme.
Melihat banyaknya kekurangan pada Positivisme menyebabkan
para pendukung Postpositivisme berupaya memperkecil kelemahan tersebut dan
menyesuaikannya. Prediksi dan kontrol tetap menjadi tujuan dari Postpositivisme
tersebut.
Post positivisme merupakan
sebuah aliran yang datang setelah positivisme dan
memang amat dekat dengan paradigma positivisme.
Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme lebih
mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui
berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul
mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan
berbagai cara.
Filsafat positivisme memandang
realitas/gejala/fenomena itu dapat diklasifikasikan, relative tetap, konkrit,
teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Selanjutnya
filsafat post-positivisme sering
juga disebut sebagai paradigma interpretif dan konstruktif, yang memandang
realitas sosial sebagai sesuatu yang holistic, kompleks, dinamis,
penuh makna, dan hubungan gejalanya bersifat interaktif (reciprocal).
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa Postpositivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan
pada Positivisme.
Satu sisi Postpositivisme sependapat dengan Positivisme bahwa
realitas itu memang nyata ada sesuai hukum alam. Tetapi pada sisi lain
Postpositivisme berpendapat manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari
realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat
secara langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus
bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi yaitu
penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, data, dan lain-lain.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian post positivisme?
2. Bagaimana
perbedaan post positivisme dengan aliran lainnya?
C.
Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memberikan pemahaman
apa itu post positivisme, sejarah post positivisme, proses peralihan dari
positivisme ke post positivisme, asumsi dasar post positivisme, sistem
keyakinan dasar pada peneliti post positivisme, struktur teori post positivisme
dan fungsi post positivisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
POST POSITIVISME
Post positivisme muncul
pada tahun 1970 – 1980an. Tokohnya, Karl R. Popper, Thomas Khun, para filsuf mahzab
Frankfurt (Feyerabend,Richard Rotry). Paham ini menentang positivisme dengan
alasan tidak mungkin menyamaratakan ilmu – ilmu tentang manusia dengan ilmu
alam, karena manusia tidak bisa di prediksi dengan satu penjelasan yang mutlak
pasti, sebab manusia selalu berubah.
Secara ontologis
post-positivisme bersifat critical realism.
Critical realism memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan
sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal yang mustahil bila manusia dapat
melihat realitas tersebut secara benar.
Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui
observasi tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan triangulasi yaitu penggunaan
bermacam-macam metode, sumber data, peneliti, dan teori (Denzin dan Guba,
2001:40).
Pada dasarnya aliran
post-positivisme hadir untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan
positivism terdahulu dalam ilmu sosial. Di antara usaha kaum post-positivis
adalah mendudukkan pembentukan atau
pembaharuan dalam metodologi penelitian yang digunakan untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan
Lahirnya Post-Positivisme berawal dari
tiga kritikan yaitu : Pertama, observasi sebagai unsur utama metode
penelitian. Kedua, hubungann yang kaku antara teori dan
bukti. Pengamat memiliki sudut pandang yang berbeda dan teori harus
mengalah pada perbedaan waktu. Ketiga, tradisi keilmuan yang terus
berkembang dan dinamis. Oleh karena itu maka secara metodologispendekatan
experimen melalui observasi tidak cukup tetapi harus dibantu dengan metode lain
(trianggulasi).
Post-positivisme merupakan
perbaikan positivisme yang
dianggap memiliki kelemahan-kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan
kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yangdite liti. Secara ontologis
aliran post-positivisme bersifat critical
realism dan menganggap bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan
kenyataan dan hukum alam tapi mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara
benar oleh peneliti. Secara epistomologis: Modified dualist/objectivist,
hubungan peneliti dengan realitas yang diteliti tidak bisa dipisahkan tapi
harus interaktif dengan subjektivitas seminimal mungkin. Secara metodologis
adalah modified experimental/ manipulatif.
Post positivisme merupakan
sebuah aliran yang datang setelah positivisme dan
memang amat dekat dengan paradigma positivisme.
Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme lebih
mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi
melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang
betul mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai
kalangan dengan berbagai cara.
Munculnya gugatan
terhadap positivisme
dimulai pada tahun 1970-1980an. Pemikirannya dinamai “post-positivisme”.
Tokoh aliran ini adalah Karl R. Popper, Thomas Kuhn, para filsuf mazhab
Frankfurt (Feyerabend, Richard Rotry). Paham ini menentang positivisme,
alasannya tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia
dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa di prediksi
dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah.
Karl Popper lahir pada 28 Juli 1902 di Vienna, Austria dan
meninggal di London, Inggris pada
tanggal 17
September 1994 (umur
92 tahun). Popper merupakan salah satu dari sekian banyak filsuf ilmu dan pakar
dalam bidang psikologi belajar. Popper dikenal dengan gagasan falsifikasi,
sebagai lawan dari verifikasi terhadap ilmu. Falsifikasi
adalah suatu gagasan dalam melihat suatu teori dari sudut pandang kesalahan.
Dengan menganggap teori itu salah, dan dengan segala upaya dibuktikan kesalahan
tersebut hingga mutlak salah, dibuatlah teori baru yang menggantikannya.
Popper menggaris bawahi
bahwa akal baru sungguh-sungguh bersifat kritis, apabila mau membuang parameter
yang mula-mula dipaksakan (imposed regulaties). Pandangan ini disebut pula
sebagai rasionalisme kritis di mana rasionalisme tidak berarti bahwa
pengetahuan didasarkan pada nalar seperti dikatakan Descartes dan Leibniz,
melainkan bahwa sifat rasional dibentuk lewat sikap yang selalu terbuka untuk
kritik. Inilah di antaranya prinsip falsifikasi
yang diutarakan oleh Popper dalam melakukan kritik terhadap paradigma positivisme
yang dianggap kaku dengan cara menggunakan serta hanya mengakui metode ilmiah
yang umumnya digunakan (bersifat positivistik). Untuk mengetahui pospositivisme dapat
kita gambarkan dalam 4 bagian:
1.
Harus diakui bahwa aliran ini bukan merupakan
filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang sangat dekat dengan
paradigma positivisme.
Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa pospositivisme lebih
mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui
berbagai macam metode. Dengan demikian, suatu ilmu memang betul mencapai
objektivitas apabila telah diverikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai
cara.
2.
Pandangan aliran positivisme bukan
suatu realitas yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern
bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliranpositivisme,
tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan pospositisme.
3.
Banyak pospositivisme yang berpengaruh
yang merupakan penganut realismedan ini, menunjukkan bahwa mereka tidak
mengakui adanya sebuah kenyataan. Realisme mengungkap bahwa semua pandangan itu
benar sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap
terbaik dan benar. Pospositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat
menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh
anggotanya.
4.
Karena pandangan bahwa persepsi orang
berbeda, Maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Pandangan ini tidak
bisa diterima karena objektivitas nerupakan indeikator kebenaran yang
melandasi penyelidikan yang ingin ditekankan bahwa objektivitas tidak menjamin
untuk mencapai kebenaran.
.
B.
PROSES DARI PERALIHAN DARI POSITIVISME
KE POSTPOSITIVISME
Proses dari positivisme
ke post-positivisme melalui kritikan dari tiga hal yaitu :
1. Observasi
sebagai unsur utama metode penelitian,
2. Hubungan
yang kaku antara teori dan bukti. Pengamat memiliki sudut pandang yang berbeda
dan teori harus mengalah pada perbedaan waktu,
3. Tradisi
keilmuan yang terus berkembang dan dinamis (Salim, 2001).
C.
ASUMSI DASAR POST POSITIVISME
1.
Fakta tidak bebas nilai, melainkan
bermuatan teori.
2. Falibilitas
Teori, tidak satupun teori yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti
empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk menunjukkan fakta anomali.
3.
Fakta tidak bebas melainkan penuh dengan
nilai.
4.
Interaksi antara subjek dan objek
penelitian. Hasil penelitian bukanlah reportase objektif melainkan hasil
interaksi manusia dan semesta yang penuh dengan persoalan dan senantiasa
berubah.
5.
Asumsi dasar post-positivisme tentang
realitas adalah jamak individual.
6.
Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku
manusia) tidak tunggal melainkan hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut
unit tindakan yang bersangkutan.
7.
Fokus kajian post-positivis adalah
tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari sebuah keputusan.
D.
SISTEM KEYAKINAN DASAR PADA PENELITI
POST POSITIVISME
Menurut Guba (1990 : 23) sistem
keyakinan dasar pada peneliti post positivisme adalah sebagai berikut :
1. Ontologi
Ontologi
bersifat critical realism. Ontologi dapat dikatakan mempertanyakan tentang
hakikat suatu realitas, atau lebih konkret lagi, ontologi mempertanyakan
hakikat suatu fenomena.
2. Epistimologi
Epistomologi mempertanyakan mengapa
peneliti ingin mengetahui realitas, atau lebih konkret lagi epistomologi
mempertanyakan mengapa suatu fenomena terjadi atau dapat terjadi.
3. Metodologi
Metodologi mempertanyakan bagaimana
cara peneliti menemukan pengetahuan, atau lebih konkret lagi metodologi
mempertanyakan cara atau metoda apa yang digunakan oleh peneliti untuk
menemukan pengetahuan.
E.
STRUKTUR TEORI PERSPEKTIF POST
POSITIVISME
Robert Dubin, menyatakan bahwa sebuah teori terdiri dari satuan-satuan
pembentuk. Karena itu sebelum digunakan dalam penelitian suatu teori harus
dibagi dalam unit tertentu. Unit utamanya adalah konsep yang menjadi inti dari
teori ini. Dengan demikian teori post-positivis mensyaratkan bahwa teori yang
ada harus menyediakan penjelasan abstrak fenomena empiris dalam bentuk konsep
spesifik atau definisi. Terdapat hubungan yang eksplisit antara konsep abstrak
dan observasi empiris suatu fenomena. Struktur seperti ini menekankan
pendekatan deduktif dalam teori dimana abstrak tentang dunia diolah untuk
kemudian diuji melalui observasi atau penelitian dalam dunia sosial.
Pada setiap proses pengujian dan pengembangan teori, kita harus
merangkai observasi dengan metode ilmiah tertentu. Untuk dapat memahami metode
ilmiah dan penelitian perpektif post-positivis , dapat dilihat dari :
1. Seleksi konsep abstrak untuk merepresentasikan
fenomena yang diteliti
2. Pendefinisan konsep baik secara konseptual
maupun operasional
3. Menghubungkan konsep melalui proposisi
4. Pengujian teori dengan bukti observasi
5. Mengontrol penjelasan alternatif
6. Pengolahan definisi dan prosedur umum
7. Menggunakan bukti yang tidak bersifat bias
dalam membuat fakta sosial
8. Rekonsiliasi teori dan observasi objektif
Metode ilmah post-positivisme berbeda dengan metode naive. Metode
naive yang dimaksud adalah cara kita
meneliti suatu masalah yang hanya berdasarkan kebiasaan atau tanpa metode yang
jelas. Sementara metode ilmiah post-positiovisme mensyaratkan adanya penggunaan
konsep abstrak tertentu dalam mengamati kenyataan
F.
FUNGSI POST POSITIVISME
Fungsi Teori Perspektif
Post-Positivisme oleh Dubin 1978 :
Fungsi teori dalam
kebanyakan pemikiran pemahaman kalangan post-positivisme adalah untuk
menentukan beberapa keteraturan atas pengalaman yang tak teratur. [Dubin,
1978]. Terdapat tiga fungsi dalam teori perspektif post-positifisme,
diantaranya sebagai berikut :
1.
Penjelasan (explanation)
Penjelasan
(explanation) berarti bahwa teori-teori harus dapat menjelaskan bagaimana
sesuatu itu terjadi. Hal itu berarti bahwa dalam memindahkan dunia empirik ke
dalam dunia pemikiran abstrak dari sebuah teori melalui observasi berusaha
menjelaskan mekanisme yang terjadi di balik suatu fenomena.
2.
Prediksi (prediction)
Prediksi
(prediction) berarti upaya teori dalam menyediakan penjelasan abstrak mengenai
fenomena tertentu, kemudian melalui penjelasan abstrak tersebut teori dapat
digunakan untuk memprediksi apa yang akan terjadi dalam situasi yang serupa.
3.
Kontrol (control)
Kontrol
(control) berarti bila seseorang bisa menjelaskan dan memprediksi fenomena,
maka ia juga kadang kala dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengontrol
peristiwa yang akan terjadi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Post
positivisme merupakan perbaikan positivisme. Secara ontologis aliran post
positivisme bersifat critical realism artinya realitas itu memang ada, tetapi
tidak pernah dapat dipahami sepenuhnya karena post positivisme bergantung pada
konteks, value, kultur, tradisi, kebiasaan, keyakinan, natural dan lebih
manusiawi. Indikator yang membedakan antara Paradigma positivisme dan post
positivisme adalah post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap
suatu temuan hasil observasi melalui berbagai metode.
Post-positivisme
membawa pengaruh yang besar pada ilmu sosial yang termasuk Ilmu Komunikasi.
Melalui kritik yang mendasar terhadap positivisme yang terlalu realis, bebas
nilai, dan memisahkan subjek dan objek penelitian, post-positivisme memberikan
model penelitian khas yang ilmu sosial. Manusia bukanlah benda yang ketika
diteliti hanya menyajikan efek yang sama, manusia itu hidup dan dapat
mengonstruksi tanggapan tertentu ketika diteliti. Maka ke-objektivan tak bisa
ditemukan sebagaimana kita menemukannya ketika meneliti benda-benda. Walaupun
demikian, menurut post-postivisme, keobjektivan dapat ditemukan sejauh
hubungannya dengan teori yang dipergunakan, dan post-positivisme tidak terlepas
dari kelemahan.
B.
CATATAN KRITIS
Aliran post-positivisme ini meyakini bahwa
subjek tidak mungkin dapat mencapai atau melihat kebenaran, apabil pengamat
berdiri dibelakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung. Oleh
karena itu, hubungan antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif,
dengan catatan bahwa pengamat harus bersifat senetral mungkin, sehingga tingkat
subjektivitas dapat dikurangi secara minimal.
Objektivitas dianggap tidak mungkin ditemukan,
yang bisa ditemukan hanyalah suatu keteraturan ideal dari objek yang diamati.
Objektivisme menyakini adanya objek apa adanya sekaligus mencegah keterlibatan
nilai subjek ketika melakukan penelitian terhadap objek itu. Dengan cara ini,
seorang post-positivisme akan menggunakan metode-metode yang berupaya sebisa
mungkin untuk tidak menjadi bias nilai dan berusaha untuk tetap waspada dari
segala nilai yang menghalangi kenetralan dirinya. Dengan demikian objektivitas
tetap terjaga dan pertumbuhan ilmu pengetahuan ilmu sosial yang ilmiah akan
terus tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2006, SosiologiKomunikasi: Teori,
ParadigmadandiskursusTeknologiKomunikasi di Masyarakat. Penerbit : Prenada
Media Group. Jakarta
Supriana, Rina dkk. “Paradigma
Positivisme dan Post-Positivisme”, http://www.academia.edu/11797772/PARADIGMA_POSITIVISME_DAN_POSTPOSITIVISME_Diajukan_sebagai_tugas_pada_mata_kuliah_Etika_dan_Filsafat_Komunikasi_Dosen_Asriyani_Sugiyanto_S.Ikom_Disusun_Oleh_M._Fahri_Husin, Diakses pada
Sabtu, 18 November 2017.
Pingge, Delu. 2013. “Filsafat
Ilmu : Pendekatan Post-Positivistik”, https://www.kompasiana.com/delupingge/filsafat-ilmu-pendekatan-post-positivistik_552ad88af17e615848d6243a, diakses pada
Sabtu, 18 November 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar