Selasa, 05 Desember 2017

Post-Positivis Theory

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Dewasa ini terdapat perhatian yang semakin besar terhadap filsafat ilmu. Perkembangan cepat dialami oleh banyak ilmu serta pengaruhnya yang semakin besar terhadap kehidupan masyarakat.  Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara – cara memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan.
Pembagian-pembagian nama dan istilah dalam filsafat mengkotak-kotakkan setiap pengetahuan yang sering kali berdasar pada pengalaman, selain itu tidak dipungkiri bahwa berfilsafat sebagai manifestasi kegiatan intelektual yang telah meletakkan dasar-dasar paradigmatik bagi tradisi dalam kehidupan masyarakat ilmiah ala barat.
Sejalan dengan ajaran filsafat Auguste Comte yang dikenal sebagai bapak Sosiologi, logico –positivisme yang juga digagas oleh dirinya, merupakan model epistemologi yang di dalamnya terdapat lengkah-langkah progresinya menempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi dan komparasi mendapatkan apresiasi yang berlebihan sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial. Dalam makalah ini akan membahas tentang salah satu aliran yaitu post positivisme.
Post Positivisme merupakan aliran yang mengkritisi aliran posiutivisme, aliran post positivisme merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemanpositivisme yang mengandalkan kemampuan pengamtan langsung terhadap objek yang diteliti. Paham ini menentang positivisme, alasannya karena tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa diprediksi dengan satu penjelasan yang pasti atau mutlak, sebab manusia selalu berubah.
Postpositivisme mempunyai ciri utama sebagai suatu  modifikasi dariPositivisme. Melihat banyaknya kekurangan pada Positivisme menyebabkan para pendukung Postpositivisme berupaya memperkecil kelemahan tersebut dan menyesuaikannya. Prediksi dan kontrol tetap menjadi tujuan dari Postpositivisme tersebut.
Post positivisme merupakan sebuah aliran yang datang setelah positivisme dan memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam  metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
Filsafat positivisme memandang realitas/gejala/fenomena itu dapat diklasifikasikan, relative tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Selanjutnya filsafat post-positivisme sering juga disebut sebagai paradigma interpretif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistic,  kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejalanya bersifat interaktif (reciprocal).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Postpositivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Satu sisi Postpositivisme sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata ada sesuai hukum alam. Tetapi pada sisi lain Postpositivisme berpendapat manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, data, dan lain-lain.
                                                                                         






B.            Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian post positivisme?
2.    Bagaimana perbedaan post positivisme dengan aliran lainnya?

C.            Tujuan
            Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memberikan pemahaman apa itu post positivisme, sejarah post positivisme, proses peralihan dari positivisme ke post positivisme, asumsi dasar post positivisme, sistem keyakinan dasar pada peneliti post positivisme, struktur teori post positivisme dan fungsi post positivisme.



BAB II
PEMBAHASAN

A.           POST POSITIVISME
Post positivisme muncul pada tahun 1970 – 1980an. Tokohnya, Karl R. Popper, Thomas Khun, para filsuf mahzab Frankfurt (Feyerabend,Richard Rotry). Paham ini menentang positivisme dengan alasan tidak mungkin menyamaratakan ilmu – ilmu tentang manusia dengan ilmu alam, karena manusia tidak bisa di prediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah.
Secara ontologis post-positivisme bersifat critical realism.  Critical realism memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal yang mustahil bila manusia dapat melihat realitas tersebut secara benar.  Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan triangulasi yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti, dan teori (Denzin dan Guba, 2001:40).
Pada dasarnya aliran post-positivisme hadir untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan positivism terdahulu dalam ilmu sosial. Di antara usaha kaum post-positivis adalah mendudukkan  pembentukan atau pembaharuan dalam metodologi penelitian yang digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
Lahirnya Post-Positivisme berawal dari tiga kritikan yaitu : Pertama, observasi sebagai unsur utama metode penelitian. Kedua, hubungann yang kaku antara teori dan bukti.  Pengamat memiliki sudut pandang yang berbeda dan teori harus mengalah pada perbedaan waktu. Ketiga, tradisi keilmuan yang terus berkembang dan dinamis. Oleh karena itu maka secara metodologispendekatan experimen melalui observasi tidak cukup tetapi harus dibantu dengan metode lain (trianggulasi).
Post-positivisme merupakan perbaikan positivisme yang dianggap memiliki kelemahan-kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yangdite liti. Secara ontologis aliran post-positivisme bersifat critical realism dan menganggap bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan kenyataan dan hukum alam tapi mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara benar oleh peneliti. Secara epistomologis: Modified dualist/objectivist, hubungan peneliti dengan realitas yang diteliti tidak bisa dipisahkan tapi harus interaktif dengan subjektivitas seminimal mungkin. Secara metodologis adalah modified experimental/ manipulatif.
Post positivisme merupakan sebuah aliran yang datang setelah positivisme dan memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui  berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
Munculnya gugatan terhadap positivisme  dimulai pada tahun 1970-1980an. Pemikirannya dinamai “post-positivisme”. Tokoh aliran ini adalah Karl R. Popper, Thomas Kuhn, para filsuf mazhab Frankfurt (Feyerabend, Richard Rotry). Paham ini menentang positivisme, alasannya tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia dengan  ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa di prediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah.
Karl Popper lahir pada 28 Juli 1902 di   Vienna,  Austria  dan meninggal di LondonInggris pada tanggal 17 September  1994 (umur 92 tahun). Popper merupakan salah satu dari sekian banyak filsuf ilmu dan pakar dalam bidang psikologi belajar. Popper dikenal dengan gagasan falsifikasi, sebagai lawan dari verifikasi terhadap ilmu. Falsifikasi adalah suatu gagasan dalam melihat suatu teori dari sudut pandang kesalahan. Dengan menganggap teori itu salah, dan dengan segala upaya dibuktikan kesalahan tersebut hingga mutlak salah, dibuatlah teori baru yang menggantikannya.
Popper menggaris bawahi bahwa akal baru sungguh-sungguh bersifat kritis, apabila mau membuang parameter yang mula-mula dipaksakan (imposed regulaties). Pandangan ini disebut pula sebagai rasionalisme kritis di mana rasionalisme tidak berarti bahwa pengetahuan didasarkan pada nalar seperti dikatakan Descartes dan Leibniz, melainkan bahwa sifat rasional dibentuk lewat sikap yang selalu terbuka untuk kritik. Inilah di antaranya prinsip falsifikasi yang diutarakan oleh Popper dalam melakukan kritik terhadap paradigma positivisme yang dianggap kaku dengan cara menggunakan serta hanya mengakui metode ilmiah yang umumnya digunakan (bersifat positivistik). Untuk mengetahui pospositivisme dapat kita gambarkan dalam 4 bagian:
1.                          Harus diakui bahwa aliran ini bukan merupakan filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang sangat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa pospositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian, suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah diverikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
2.                          Pandangan aliran positivisme bukan suatu realitas yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliranpositivisme, tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan pospositisme.
3.                          Banyak pospositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut realismedan ini, menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanya sebuah kenyataan. Realisme mengungkap bahwa semua pandangan itu benar sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap terbaik dan benar. Pospositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh anggotanya.
4.                          Karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, Maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Pandangan ini tidak bisa diterima karena objektivitas nerupakan indeikator kebenaran  yang melandasi penyelidikan yang ingin ditekankan bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.
.

B.            PROSES DARI PERALIHAN DARI POSITIVISME KE POSTPOSITIVISME
Proses dari positivisme ke post-positivisme melalui kritikan dari tiga hal yaitu :
1.    Observasi sebagai unsur utama metode penelitian,
2.    Hubungan yang kaku antara teori dan bukti. Pengamat memiliki sudut pandang yang berbeda dan teori harus mengalah pada perbedaan waktu,
3.    Tradisi keilmuan yang terus berkembang dan dinamis (Salim, 2001).








C.            ASUMSI DASAR POST POSITIVISME
1.    Fakta tidak bebas nilai, melainkan bermuatan teori.
2.    Falibilitas Teori, tidak satupun teori yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk menunjukkan fakta anomali.
3.    Fakta tidak bebas melainkan penuh dengan nilai.
4.    Interaksi antara subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukanlah reportase objektif melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang penuh dengan persoalan dan senantiasa berubah.
5.    Asumsi dasar post-positivisme tentang realitas adalah jamak individual.
6.    Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tidak tunggal melainkan hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan.
7.    Fokus kajian post-positivis adalah tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari sebuah keputusan.
                                                                     

D.           SISTEM KEYAKINAN DASAR PADA PENELITI POST POSITIVISME
Menurut Guba (1990 : 23) sistem keyakinan dasar pada peneliti post positivisme adalah sebagai berikut :
1.    Ontologi
Ontologi bersifat critical realism. Ontologi dapat dikatakan mempertanyakan tentang hakikat suatu realitas, atau lebih konkret lagi, ontologi mempertanyakan hakikat suatu fenomena.
2.    Epistimologi
Epistomologi mempertanyakan mengapa peneliti ingin mengetahui realitas, atau lebih konkret lagi epistomologi mempertanyakan mengapa suatu fenomena terjadi atau dapat terjadi.
3.    Metodologi
Metodologi mempertanyakan bagaimana cara peneliti menemukan pengetahuan, atau lebih konkret lagi metodologi mempertanyakan cara atau metoda apa yang digunakan oleh peneliti untuk menemukan pengetahuan.

E.            STRUKTUR TEORI PERSPEKTIF POST POSITIVISME
Robert Dubin, menyatakan bahwa sebuah teori terdiri dari satuan-satuan pembentuk. Karena itu sebelum digunakan dalam penelitian suatu teori harus dibagi dalam unit tertentu. Unit utamanya adalah konsep yang menjadi inti dari teori ini. Dengan demikian teori post-positivis mensyaratkan bahwa teori yang ada harus menyediakan penjelasan abstrak fenomena empiris dalam bentuk konsep spesifik atau definisi. Terdapat hubungan yang eksplisit antara konsep abstrak dan observasi empiris suatu fenomena. Struktur seperti ini menekankan pendekatan deduktif dalam teori dimana abstrak tentang dunia diolah untuk kemudian diuji melalui observasi atau penelitian dalam dunia sosial.
Pada setiap proses pengujian dan pengembangan teori, kita harus merangkai observasi dengan metode ilmiah tertentu. Untuk dapat memahami metode ilmiah dan penelitian perpektif post-positivis , dapat dilihat dari :
1.      Seleksi konsep abstrak untuk merepresentasikan fenomena yang diteliti
2.      Pendefinisan konsep baik secara konseptual maupun operasional
3.      Menghubungkan konsep melalui proposisi
4.      Pengujian teori dengan bukti observasi
5.      Mengontrol penjelasan alternatif
6.      Pengolahan definisi dan prosedur umum
7.      Menggunakan bukti yang tidak bersifat bias dalam membuat fakta sosial
8.      Rekonsiliasi teori dan observasi objektif
Metode ilmah post-positivisme berbeda dengan metode naive. Metode naive  yang dimaksud adalah cara kita meneliti suatu masalah yang hanya berdasarkan kebiasaan atau tanpa metode yang jelas. Sementara metode ilmiah post-positiovisme mensyaratkan adanya penggunaan konsep abstrak tertentu dalam mengamati kenyataan
F.             FUNGSI POST POSITIVISME
Fungsi Teori Perspektif Post-Positivisme oleh Dubin 1978 :
Fungsi teori dalam kebanyakan pemikiran pemahaman kalangan post-positivisme adalah untuk menentukan beberapa keteraturan atas pengalaman yang tak teratur. [Dubin, 1978]. Terdapat tiga fungsi dalam teori perspektif post-positifisme, diantaranya sebagai berikut :
1.      Penjelasan (explanation)
Penjelasan (explanation) berarti bahwa teori-teori harus dapat menjelaskan bagaimana sesuatu itu terjadi. Hal itu berarti bahwa dalam memindahkan dunia empirik ke dalam dunia pemikiran abstrak dari sebuah teori melalui observasi berusaha menjelaskan mekanisme yang terjadi di balik suatu fenomena.
2.      Prediksi (prediction)
Prediksi (prediction) berarti upaya teori dalam menyediakan penjelasan abstrak mengenai fenomena tertentu, kemudian melalui penjelasan abstrak tersebut teori dapat digunakan untuk memprediksi apa yang akan terjadi dalam situasi yang serupa.
3.      Kontrol (control)
Kontrol (control) berarti bila seseorang bisa menjelaskan dan memprediksi fenomena, maka ia juga kadang kala dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengontrol peristiwa yang akan terjadi.
                                                                         









BAB III
PENUTUP

A.           KESIMPULAN
Post positivisme merupakan perbaikan positivisme. Secara ontologis aliran post positivisme bersifat critical realism artinya realitas itu memang ada, tetapi tidak pernah dapat dipahami sepenuhnya karena post positivisme bergantung pada konteks, value, kultur, tradisi, kebiasaan, keyakinan, natural dan lebih manusiawi. Indikator yang membedakan antara Paradigma positivisme dan post positivisme adalah post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai metode.
Post-positivisme membawa pengaruh yang besar pada ilmu sosial yang termasuk Ilmu Komunikasi. Melalui kritik yang mendasar terhadap positivisme yang terlalu realis, bebas nilai, dan memisahkan subjek dan objek penelitian, post-positivisme memberikan model penelitian khas yang ilmu sosial. Manusia bukanlah benda yang ketika diteliti hanya menyajikan efek yang sama, manusia itu hidup dan dapat mengonstruksi tanggapan tertentu ketika diteliti. Maka ke-objektivan tak bisa ditemukan sebagaimana kita menemukannya ketika meneliti benda-benda. Walaupun demikian, menurut post-postivisme, keobjektivan dapat ditemukan sejauh hubungannya dengan teori yang dipergunakan, dan post-positivisme tidak terlepas dari kelemahan.

B.            CATATAN KRITIS
Aliran post-positivisme ini meyakini bahwa subjek tidak mungkin dapat mencapai atau melihat kebenaran, apabil pengamat berdiri dibelakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung. Oleh karena itu, hubungan antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif, dengan catatan bahwa pengamat harus bersifat senetral mungkin, sehingga tingkat subjektivitas dapat dikurangi secara minimal. 
Objektivitas dianggap tidak mungkin ditemukan, yang bisa ditemukan hanyalah suatu keteraturan ideal dari objek yang diamati. Objektivisme menyakini adanya objek apa adanya sekaligus mencegah keterlibatan nilai subjek ketika melakukan penelitian terhadap objek itu. Dengan cara ini, seorang post-positivisme akan menggunakan metode-metode yang berupaya sebisa mungkin untuk tidak menjadi bias nilai dan berusaha untuk tetap waspada dari segala nilai yang menghalangi kenetralan dirinya. Dengan demikian objektivitas tetap terjaga dan pertumbuhan ilmu pengetahuan ilmu sosial yang ilmiah akan terus tumbuh.


DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2006, SosiologiKomunikasi: Teori, ParadigmadandiskursusTeknologiKomunikasi di Masyarakat. Penerbit : Prenada Media Group. Jakarta


Pingge, Delu. 2013. “Filsafat Ilmu : Pendekatan Post-Positivistik”, https://www.kompasiana.com/delupingge/filsafat-ilmu-pendekatan-post-positivistik_552ad88af17e615848d6243a, diakses pada Sabtu, 18 November 2017.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar