Rabu, 15 November 2017

Kognisi Sosial, Persepsi, dan Atribusi

A.   Kognisi Sosial

Menurut Bron dan byrne (2000), kognisis sosial merupakan cara individu untuk menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi mengenai kejadian atau peristiwa-peristiwa sosial. Menurut Bargh, dan Higgins kognisi sosial adalah bagaimana cara kita berfikir tentang dunia sosial, bagaimana cara mencoba kita untuk memahaminya dan bagaimana cara kita memahami diri kita dan tempat kit didalam dunia itu, jadi secara singkat kognisi sosial adalah tatacara kita mengiterpretasikan, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia sosial yang terjadi secara otomatis.
Komponen dasar kognisi sosial adalah skema. Skema adalah struktur mental yang membantu kita mengorganisasikan informasi sosial, dan menuntun prosesnya. Skema berkisar pada suatu subyek tertentu. Skema di otak kita terbentuk berdasarkan pengalaman yang pernah kita alami sendiri atau diceritakan oleh orang lain.
Di dalam kognisi sosial ini, terdapat faktor-faktor yang menimbulkan kesalahan, yaitu
1.      Bias Negativitas, yaitu sebuah kecenderungan yang memberikan perhatian lebih pada informasi yang negativ. Dibandingkan dengan informasi positif, satu informasi negativ akan memiliki pengaruh lebih kuat.
2.      Bias optimistic, yaitu suatu predisposisi untuk mengharapkan agar segala sesuatu dapat berakhir baik. Banyak orang percaya bahwa mereka memiliki kemungkinan lebih besar dari orang lain untuk mengalami peristiwa negativ dan kemungkinan kecil mengalami peristiwa negativ.
3.      Kerugian yang mungkin terjadi akibat terlalu banyak berpikir, maksudnya adalah jika kita terlalu banyak berpkir dapat menyeret kita ke dalam kesulitan kognitif yang serius. Mencoba berpikir sistematis dan rasional mengenai hal penting adalah penting.
4.      Pemikiran konterfaktual, yaitu memikirkan sesuatu yang berlawanan dari keadaan sekarang. Efek dari memikirkan “apa yang akan terjadi seandaiya...”
5.      Pemikiran magis, yaitu berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak didasari alasan yang rasional.
6.      Menekan pikiran, yaitu usaha untuk mencegah pikiran tertentu memasuki alam kesadaran. Proses ini melibatkan dua komponen yaitu proses pemantauan otomatis yang mencari tand adanya pemikiran yang tidak diinginkan yang memaksa untuk muncul kealan sadar. Ketika pikiran tersebut terdeteksi, proses kedua akan muncul yaitu mencegah agar pikiran tersebut tetap berada diluar kesadaran tanpa mengganggu pikiran lain.

Afeksi dan kognisi sosial sebenarnya mempunyai keterkaitan, terlihat ketika perasaan dan suasana hati memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa aspek kognisi, dan kondisi juga berperan kuat pada perasaan dan suasana hati kita. Suasana hati saat ini dapat secara kuat memengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang baru pertama kita temui. Pengaruh afek lainnya adalah pengaruh pada ingatan. Ingatan yang bergantung pada suasana hati ( Mood Dependent Theory ), yaitu apa yang kita ingat saat berada dalam suasana hati tertentu, sebagian besar ditentukan oleh apa yang kita pelajari sebelumnya ketika kita berada dalam suasana hati tersebut. Pengaruh kedua adalah efek kesesuaian hati ( Mood Congruence Effects ) yaitu kecenderungan untuk menyimpang atau mengingat informasi positif ketika berada dalam suasana hati positif dan informasi negatif  keika berada dalam suasana hati negatif. Suasana hatu saat ini juga berpengaruh pada komponen kognisi lain yaitu kreatifitas. Informasi yang emosional atau emotional information yaitu suatu proses dimana penilaian, emosi, atau perilaku kita dipengaruhi oleh pemrosesan mental yang tidak disadari dan tidak terkontrol
Kognisi juga dapat mempengaruhi afeksi yang dijelaskan oleh teori emosional dua factor (two-factor theory of emotion) (Schachter, 1964) yang menjelakan bahwa kita sering tidak mengetahui perasaan atu sikap kita sendiri. Sehingga, kita menyimpulkannya dari lingkungan—dari situasi di mana kita mengalami reaksi-reaksio internal ini. Contohnya: ketika kita mengalami perasaan tertentu atas kehadiran seseorang yang menarik, kita menyimpulkan bahwa kita sedang jatuh cinta. Selain itu, kognisi bisa mempengaruhi emosi melalui aktivitas skema yang di dalamnya terdapat komponen afektif yang kuat. Skema atau stereotip yang teraktivasi dengan kuat dapat sangat berpengaruh pada perasaan atau suasana hati kita saat ini. Selain itu, Pikiran bisa mempengaruhi afeksi melibatkan usaha kita dalam mengatur emosi kita

B.   Persepsi
Setiap orang mempunyai pendapat atau pandangan yang berbeda dalam melihat suatu hal (obyek) yang sama. Perbedaan pandangan ini akan dapat ditindak lanjuti dengan perilaku atau tindakan yang berbeda pula. Pandangan itu disebut sebagai persepsi. Persepsi seseorang akan menentukan bagaimana ia akan memandang dunia. 
Wagner dan Hollenbeck (1995:136) mengemukakan pendapatnya bahwa: “We human beings have five senses through which we experience the world around us; sight, hearing, touch, smell and taste. Perception is the process by which individuals select, organize, store and interpret the information gathered from these senses”. Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa kita manusia memiliki lima indera dimana lewat indera-indera tersebut kita bisa mengalami dunia yang ada disekitar kita; yaitu lewat indera penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan pengecap. Persepsi merupakan proses dimana seseorang memilih, mengelola, menyimpan dan menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan dari indera-indera tersebut.  Pendapat Wagner dan Hollenbeck tersebut mirip dengan Robbins (2003:160) yang mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Sejumlah faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Robbins adalah pelaku persepsi, obyek atau target yang dipersepsikan dan situasi. Di antara karakteristik pribadi dari pelaku persepsi yang lebih relevan mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan (ekspektasi). Obyek atau target bisa berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat obyek atau target itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya.

Situasi adalah konteks objek atau peristiwa, yang meliputi unsur-unsur lingkungan sekitar dan waktu. Kita semua sadar akan lingkungan kita, namun tidak semuanya sama pentingnya menurut persepsi kita. Kita menyimak beberapa data dan membuang yang lainnya. Setiap orang menerima begitu banyak data-data sensoris sehingga tidak mungkin untuk memprosesnya semua. Otak membawa data-data itu melewati suatu perceptual filter yang akan menahan beberapa bagian (selective attention) dan membuang yang lainnya. Perceptual selectivity adalah proses dimana seseorang menyaring dan memilih berbagai objek dan stimuli yang bersaing untuk memperoleh perhatian. Orang biasanya akan fokus pada stimuli yang memenuhi kebutuhan mereka dan konsisten dengan sikap, nilai dan personaliti mereka. Karakteristik dari stimuli itu sendiri juga akan mempengaruhi proses perceptual selectivity. Orang cenderung akan memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli lainnya atau yang lebih kuat dari stimuli lainnya. Orang juga cenderung akan lebih memperhatikan segala sesuatu yang familiar dengan mereka (Daft, 2003).

Persepsi selektif
Persepsi selektif adalah menginterpretasikan secara selektif apa yang dilihat seseorang yang berdasarkan minat, latar belakang, pengalaman, dan SIKAP sikap seseorang. Kekonstanan Persepsi Di dalam pembelajaran persepsi kita perlu untuk mengenal tentang kekonstanan dari persepsi itu sendiri (konsistensi), yaitu persepsi bersifat tetap yang dipengaruhi oleh pengalaman. Kekonstanan persepsi tersebut meliputi bentuk, ukuran, dan warna. Salah satu contoh kekonstanan persepsi, yaitu ketika kita meminum susu ditempat yang gelap maka kita tidak akan menyebut warna susu tersebut hitam, melainkan kita akan tetap menyebut warna susu adalah putih meski di dalam kegelapan warna putih sebenarnya tidak tampak. Begitu pula saat kita melihat uang logam dari arah samping, kita tetap akan menyebut uang logam tersebut berbentuk bundar. Padahal apabila kita melihat dari samping maka sebenarnya kita melihat uang logam tersebut berbentuk pipih. Itulah yang disebut dengan kekonstanan persepsi, kita memberikan persepsi terhadap suatu obyek berdasarkan pengalaman yang kita peroleh sebelumnya Jenis-jenis persepsi Berdasarkan proses pemahaman terhadap suatu rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera manusia menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1.       Persepsi visual adalah Persepsi didapatkan dari indera penglihatan. Persepsi visual merupakan hasil dari apa yang kita lihat baik sebelum kita melihat atau masih membayangkan dan sesudah melakukan pada objek yang dituju. Persepsi visual ini merupakan persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan memengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang biasanya paling sering dibicarakan dalam konteks keseharian.
2.       Persepsi auditori adalah Persepsi yang didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.
3.       Persepsi perabaan Persepsi yang didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.
4.       Persepsi penciuman atau olfaktori adalah Persepsi didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung.
5.       Persepsi pengecapan atau rasa adalah Persepsididapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.

Bimo Walgito menyatakan bahwa persepsi merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya. Davidoff  berpendapat bahwa persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus oleh organisme atau individu sehingga didapat sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Bower memberikan definisi yang hampir sama dengan kedua tokoh di atas bahwa persepsi adalah interpretasi tentang apa yang diinderakan atau dirasakan individu.
Persepsi dalam arti sempit : adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu . Dalam arti luas : adalah pandangan atau pengertian , yaitu bagaimana seeseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan didalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterprestasi stimulus (rangsangan) yang diteriman oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung (Matlin, 1989; Solso,1988). Secara singkat dapat dikatakan bahwa prsepsi merupakan suatu proses menginterprestasi atau menafsirkan informasi yang diperoleh melalui sistem indera manusia. Misalnya pada waktu seorang melihat sebuah gambar, membaca tulisan, atau mendengar suara tertentu, ia akan melakukan interprestasi berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya dan relevan dengan hal-hal itu. Presepsi mencakup dua proses yaitu bottom-up atau data driven processing (aspek stimulus), dan top-down atau conceptually driven processing (aspek pengetahuan seseorang). Hasil persepsi seseorang mengenai sesuatu objek disamping dipengaruhi oleh penampilan objek itu sendiri, juga pengetahuan seseorang mengenai objek itu. Ada tiga aspek dalam presepsi yang dianggap sangat relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.Persepsi disini memiliki tiga dimensi, yaitu
1.      Dimensi evaluasi yaitu penilaian untuk memutuskan sifat baik buruk, disukai-tidak disukai, positif-negatif pada orang lain. 
2.      Dimensi potensi yaitu kualitas dari orang sebagai stimulus yang diamati (kuat-lemah, sering-jarang, jelas-tidak jelas). 
3.      Dimensi aktivitas yaitu sifat aktif atau pasifnya orang sebagai stimulus yang diamati. 
Berdasarkan tiga dimensi tersebut, maka persepsi sosial didasarkan pada dimensi evaluatif, yaitu untuk menilai orang. Penilaian ini akan menjadi penentu untuk berinteraksi dengan orang selanjutnya. Artinya, persepsi sosial timbul karena adanya kebutuhan untuk mengerti dan meramalkan orang lain. Maka dalam persepsi sosial tercakup tiga hal yang saling berkaitan, yaitu : 
1.       Aksi orang lain, yaitu tindakan individu yang berdasarkan pemahaman tentang orang lain yang dinamis, aktif dan independen. 
2.      Reaksi orang lain, merupakan aksi individu menghasilkan reaksi dari individu, karena aksi individu dan orang lain tidak terpisah. Pemahaman individu dan cara pendekatannya terhadap orang lain mempengaruhi perilaku orang lain itu sehingga timbul reaksi. 
3.      aInteraksi dengan orang lain, yaitu reaksi dari orang lain mempengaruhi reaksi balik yang akan muncul. Dalam usaha menginterpretasi orang lain sering digunakan dimensi-dimensi tertentu

C.   Atribusi
Kajian tentang atribusi pada awalnya dilakukan oleh Frizt Heider (1958). Menurut Heider, setiap individu pada dasarnya adalah seseorang ilmuwan semu (pseudo scientist) yang berusaha untuk mengerti tingkah laku orang lain dengan mengumpulkan dan memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka tiba pada sebuah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab orang lain bertingkah laku tertentu. Dengan kata lain seseorang itu selalu berusaha untuk mencari sebab mengapa seseorang berbuat dengan cara-cara tertentu. Misalkan kita melihat ada seseorang melakukan pencurian. Sebagai manusia kita ingin mengetahui penyebab kenapa dia sampai berbuat demikian. Dua fokus perhatian di dalam mencari penyebab suatu kejadian, yakni sesuatu di dalam diri atau sesuatu di luar diri. Apakah orang tersebut melakukan pencurian karena sifat dirinya yang memang suka mencuri, ataukah karena faktor di luar dirinya, dia mencuri karena dipaksa situasi, misalnya karena dia harus punya uang untuk membiayai pengobatan anaknya yang sakit keras. Bila kita melihat/menyimpulkan bahwa seseorang itu melakukan suatu tindakan karena sifat-sifat kepribadiannya (suka mencuri) maka kita telah melakukan atribusi internal (internal attribution). Tetapi jika kita melihat atau menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh seseorang dikarenakan oleh tekanan situasi tertentu (misalnya mencuri untuk membeli obat) maka kita melakukan atribusi eksternal (external attribution). Proses atribusi telah menarik perhatian para pakar psikologi sosial dan telah menjadi objek penelitian yang cukup intensif dalam beberapa dekade terakhir. Cikal bakal teori atribusi berkembang dari tulisan Fritz Heider (1958) yang berjudul “Psychology of Interpersonal relations). Dalam tulisan tersebut Heider menggambarkan apa yang disebutnya “native theory of action”, yaitu kerangka kerja konseptual yang digunakan orang untuk menafsirkan, menjelaskan, dan meramalkan tingkah laku seseorang. Dalam kerangka kerja ini, konsep intensional (seperti keyakinan, hasrat, niat, keinginan untuk mencoba dan tujuan) memainkan peran penting.
Menurut Heider ada dua sumber atribusi tingkah laku: (1). Atribusi internal atau atribusi disposisional. (2).Atribusi eksternal atau atribusi lingkungan. Pada atribusi internal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh sifat-sifat atau disposisi (unsur psikologis yang mendahului tingkah laku). Pada atribusi eksternal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh situasi tempat atau lingkungan orang itu berada. Dua teori yang paling menonjol dari segi konsep dan penelitian, yaitu teori inferensi terkait (correspondence inference) dari Jones dan Davis (1965) dan teori ko-variasi Kelley (Kelly’s covarioance Theory) yang dirumuskan oleh Harlod Kelley (1972).
Teori Atribusi memiliki tiga asumsi dasar, yaitu Pertama orang berusaha untuk menentukan penyebab perilaku. Bila merasa ragu, mereka akan mencari informasi yang akan membantu mereka menjawab pertanyaan. Asumsi kedua adalah orang membagi penyebab secara sistematis, dan asumsi ketiga adalah penyebab yang dihubungkan mempunyai dampak terhadap perasaan dan perilaku yang memandangnya





Daftar Pustaka

Aronson, E., Wilson, T.D. & Akert, R.M. (2003). Psikologi Sosial. Atas Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Heider, F. (1958). Psikologi Hubungan Interpersonal. New York: Wiley.
Jones, EE, DE Kannouse, HH Kelley, RE Nisbett, S. Valins, dan B. Weiner, Eds. (1972). Atribusi: Pasrah Penyebab Perilaku. Morristown, NJ: Umum Tekan Belajar.
Harvey, J.H. & Lelah, G. (1985). Atribusi: Isu Dasar dan Aplikasi, Academic Press, San Diego.

Weiner, B. (1974). Motivasi berprestasi dan teori atribusi. Morristown, N.J.: Umum Tekan Belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar